Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Negara Eksportir Terbesar Siap Bertemu Untuk Topang Harga Karet

Negara produsen karet alam terbesar di dunia akan segera bertemu pada 21—22 Februari 2019 di Bangkok untuk membahas langkah strategis untuk menopang harga karet yang terkoreksi cukup tajam sepanjang 2018.
Petani memanen getah karet di Banyuasin, Sumatra Selatan, Selasa (8/1/2019)./Antara-Nova Wahyudi
Petani memanen getah karet di Banyuasin, Sumatra Selatan, Selasa (8/1/2019)./Antara-Nova Wahyudi

Bisnis.com, JAKARTA — Negara produsen karet alam terbesar di dunia akan segera bertemu pada 21—22 Februari 2019 di Bangkok untuk membahas langkah strategis untuk menopang harga karet yang terkoreksi cukup tajam sepanjang 2018.

Negara produsen karet terbesar, seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand, yang tergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC) akan bertemu untuk membahas proposal pemotongan jumlah ekspor karet hingga 300.000 ton pada 2019 untuk mendorong naik harga karet.

Adapun, pada akhir 2017, ketiga negara tersebut juga sepakat untuk memotong ekspor karet alam hingga 350.000 ton selama tiga bulan hingga Maret tahun lalu, menjadi skema pembatasan ekspor yang diluncurkan kelima kalinya oleh organisasi tersebut.

Dari volume tersebut, pembatasan volume bagi Indonesia sekitar 95 ribu ton. Sementara Thailand sekitar 234 ribu ton dan Malaysia 20 ribu ton.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Indonesia Iman Pambagyo mengatakan bahwa dalam pertemuan tersebut Indonesia selain mengusulkan rencana pembatasan ekspor karet dengan skema volume yang disetujui atau Agreed Export Tonnage Scheme (AETS), pihaknya juga akan mengusulkan perluasan penggunaan karet dalam konstruksi infrastruktur.

Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan permintaan karet dalam negeri, menyeimbangkan pasokan karet yang berlebih.

Sebagai informasi, harga karet global telah berada di bawah tekanan selama beberapa tahun terakhir karena pasokan global yang tinggi dan permintaan China yang melambat akibat perang dagang. Di sisi lain, Indonesia menyalahkan spekulator atas harga yang tidak stabil tersebut.

Analis Yutaka Shoji Tokyo, Gu Jiong, mengatakan bahwa pasar karet saat ini berada di situasi yang mengkhawatirkan menyusul perlambatan pertumbuhan ekonomi global.

"Penjualan ritel Desember AS secara tak terduga jatuh, menjadi penurunan terburuk dalam 9 tahun sebagai pertanda momentum ekonomi akan melaju lebih lambat pada akhir tahun di tengah kacaunya pasar keuangan dan penutupan pemerintah AS," ujar Gu Jiong seperi dikutip dari Reuters, Minggu (17/2/2019).

Walaupun demikian, berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan pekan lalu Jumat (15/2/2019), harga karet di bursa Tocom ditutup menguat tipis 0,44% atau naik 0,80 poin menjadi 183,3 yen per kilogram.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Gajah Kusumo

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper