Bisnis.com, JAKARTA – Tembaga berhasil naik untuk yang pertama kalinya dalam lima sesi perdagangan setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan terdapat kemungkinan untuk memperpanjang batas waktu sanksi untuk mencapai kesepakatan perdagangan dengan China.
Senior Vice President Zaner Group Chicago Peter Thomas mengatakan, logam dasar seperti aluminium dan tembaga adalah logam yang mungkin akan diuntungkan dari pencapaian kesepakatan antara AS dan China karena kenaikan permintaan potensial dari industri mobil.
“Keuntungan lebih lanjut mungkin akan terbatas sampai ada lebih banyak tanda-tanda nyata dari Trump untuk memenuhi janjinya berinvestasi dalam infrastruktur,” ujar Peter seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (14/2/2019).
Berdasarkan data Bloomberg, harga tembaga di bursa London Metal Exchange (LME) pada penutupan perdagangan Rabu (13/2/2019) ditutup menguat 0,31% atau naik 19 poin menjadi US$6.125 per ton.
Sementara harga tembaga di bursa Shanghai pada perdagangan Kamis (14/2/2019) pukul 08.41 WIB bergerak positif, menguat 0,44% atau naik 210 poin menjadi 48.370 yuan per ton dan harga tembaga di bursa Comex menguat 0,23% atau naik 0,65 poin menjadi US$277,95 per pon.
Adapun, Presiden Trump mengatakan pada Rabu (13/2) malam bahwa perundingan untuk memecahkan masalah perang dagang telah membuat kemajuan yang baik sehingga meredakan kekhawatiran pasar. Pasalnya, ketegangan dagang akan semakin memperlambat pertumbuhan global dan membatasi permintaan untuk industri logam.
Baca Juga
Akibat pernyataan Trump tersebut, reli pasar saham di AS mulai memudar juga setelah Senator Marco Rubio mengumumkan tagihan untuk pajak pembelian kembali pijakan yang sama dengan dividen. Sementara itu, sentimen tembaga lainnya masih berasal dari Trump yang cenderung enggan untuk menandatangani undang-undang anggaran pemerintah yang dapat mencegah penutupan pemerintahan parsial kedua pada tahun ini.