Bisnis.com, JAKARTA—Perusahaan finansial Goldman Sachs Group Inc. memangkas proyeksi harga logam industri seiring dengan proyeksi melambatnya perekomian China. Namun, pada semester II/2019 harga berpeluang rebound akibat kembali gencarnya ekspansi industri di Negeri Panda.
Analis Goldman Sachs termasuk Hui Shan dalam laporannnya memaparkan, baru-baru ini perekonomian China mengalami kontraksi. Data indeks manufaktur pada Desember 2018 terjun ke level terendah sejak 2016.
“Permintaan logam dari negara dengan ekonomi terbesar di Asia sedang melemah. Karena itu, harga logam diperkirakan berada di bawah tekanan pada awal kuartal [2019],” paparnya, dikutip dari Bloomberg, Senin (7/1/2019).
Menurut Goldman, pada akhir kuartal I/2019 harga tembaga hanya mencapai US$6.100 per ton dan kuartal II/2019 sebesar US$6.400 per ton. Nilai itu turun dari estimasi sebelumnya masing-masing US$6.500 per ton dan US$7.000 per ton.
Namun demikian, harga logam yang mengalami jenuh jual (oversold) akan berbalik menguat pada semester II/2019. Oleh karena itu, Goldman memertahankan proyeksi harga logam industri pada akhir tahun ini.
Kenaikan harga logam pada paruh kedua 2019 didukung pengembangan industri di China. Di sisi lain, tensi perang dagang yang menekan harga logam pada 2018 cenderung mereda.
Berikut tabel proyeksi harga logam terbaru versi Goldman Sachs dan harga terkini (US$ per ton)
Logam | 4/1/2019 | Q1/19 | Q2/19 | Q4/19 |
Tembaga | 5.198 | 6.100 | 6.400 | 7.000 |
Aluminium | 1.865 | 1.900 | 1.950 | 2.000 |
Seng | 2.438 | 2.500 | 2.400 | 2.200 |
Nikel | 11.110 | 11.000 | 11.500 | 12.500 |