Bisnis.com, JAKARTA – Indeks saham syariah, Jakarta Islamic Index (JII), sepanjang tahun 2018 mencatatkan kinerja negatif, bahkan lebih rendah dibandingkan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Berdasarkan data Bloomberg, sejak awal tahun 2018 hingga akhir perdagangan Selasa (18/12/2017), JII tercatat telah melemah hingga 11,05%. Adapun IHSG mengalami pelemahan sebesar 4,31% sepanjang tahun ini.
Adapun pada akhir perdagangan Selasa (18/12/2018), JII ditutup menguat 0,31% atau 2,09 poin ke posisi 675,18.
Pergerakan JII sepanjang tahun ini juga berbanding terbalik dengan periode yang sama setahun sebelumnya. Sejak awal tahun 2017 hingga akhir perdagangan Selasa, JII mampu menguat sebesar 6,18%.
JII mencatatkan level terendahnya sepanjang tahun ini pada 5 September, saat berakhir merosot 1,30% atau 8,11 poin di posisi 612,56.
Sementara itu, level tertinggi JII dicatat pada awal tahun, tepatnya 26 Januari saat indeks ditutup menguat 0,5% atau 4,63 poin ke level 793,47.
Baca Juga
Pergerakan JII biasanya mengikuti IHSG, sehingga ketika berbicara prospek, JII akan mengikuti prospek IHSG yang bisa dipengaruhi kondisi makroekonomi bahkan sentimen dari global.
Pada saat yang sama, IHSG sedang terus mencatatkan rekor tertinggi baru dengan menembus level level 6.600. di saat JII mencatat level tertinggi pada 26 Januari, IHSG ditutup menguat 2,07% atau 134,80 poin ke level 6.635,33, memperbarui level tertingginya.
Seperti diketahui, JII adalah indeks saham syariah yang pertama kali diluncurkan di pasar modal Indonesia pada tanggal 3 Juli 2000. Konstituen JII hanya terdiri dari 30 saham syariah paling likuid yang tercatat di BEI.
Proses peninjauan saham syariah yang menjadi konstituen JII dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun, yaitu pada Mei dan November, mengikuti jadwal peninjauan dari Dafter Efek Syariah (DES) oleh OJK.
Pada tahun 2018, telah terdapat 5 saham yang masuk dalam konstituen JII, menggantikan 5 saham lainnya yang keluar. Saham-saham yang masuk tersebut antara lain PT Indika Energy Tbk (INDY), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).
Ketiga saham tersebut menggantikan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), PT Hanson International Tbk (MYRX), dan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) yang PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) dan mulai aktif diperdagangkan pada 4 Juni 2018.
Sementara itu, saham PT Charoen Pokphand Tbk (CPIN) dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) masuk menggantikan saham PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) pada 3 Desember 2018.
Seiring dengan tren pelemahan JII di tahun 2018, kinerja saham-saham konstituen indeks pun juga mayoritas melemah, namun masih ada sejumlah saham yang mencatatkan kinerja positif yang cukup signifikan.
Di antara saham tersebut adalah PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang telah menguat hingga 89,28% sepanjang tahun ini, disusul PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) dan PT Aneka Tambang Tbk yang masing-masing menguat 20,26%.
Di sisi lain, dua saham konstituen JII dengan persentase penurunan terbesar sepanjang tahun ini adalah saham PT Indika Energy Tbk (INDY) dan PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) yang menguat masing-masing 51,17% dan 38,77%. Selain itu, saham ADRO, AKRA dan EXCL juga jatuh lebih dari 30% sepanjang tahun berjalan ini.
Berikut merupakan kinerja konstituen Jakarta Islamic Index per 18 Desember 2018.
Ticker | Emiten | Perubahan (%) |
ADRO | PT Adaro Energy Tbk | -30,87% |
AKRA | PT AKR Corporindo Tbk | -31,97% |
ANTM | PT Aneka Tambang Tbk | +20,26% |
ASII | PT Astra International Tbk | +3,62% |
BRPT | PT Barito Pacific Tbk | -4,06% |
BSDE | PT Bumi Serpong Damai Tbk | -27,06% |
CPIN | PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk | +12,61% |
CTRA | PT Ciputra Development Tbk | -16,53% |
EXCL | PT XL Axiata Tbk | -34,63% |
ICBP | PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk | +15,78% |
INCO | PT Vale Indonesia Tbk | +5,19% |
INDF | PT Indofood Sukses Makmur Tbk | -2,88% |
INDY | PT Indika Energy Tbk | -51,17% |
INTP | PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk | +7,94% |
ITMG | PT Indo Tambangraya Megah Tbk | -18,07% |
JSMR | PT Jasa Marga Persero Tbk | +6,54% |
KLBF | PT Kalbe Farma Tbk | -11,85% |
LPPF | PT Matahari Department Store Tbk | -38,77% |
PGAS | PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk | +20,26% |
PTBA | PT Bukit Asam Tbk | +89,28% |
PTPP | PT PP Persero Tbk | -24,16% |
SCMA | PT Surya Citra Media Tbk | -21,47% |
SMGR | PT Semen Indonesia Persero Tbk | +16,66% |
SMRA | PT Summarecon Agung Tbk | -14,91% |
TLKM | PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk | -11,88% |
TPIA | PT Chandra Asri Petrochemical Tbk | -8,11% |
UNTR | PT United Tractors Tbk | -15,40% |
UNVR | PT Unilever Indonesia Tbk | -19,70% |
WIKA | PT Wijaya Karya Persero Tbk | +12,58% |
WSBP | PT Waskita Beton Precast Tbk | -5,88% |
Sumber: Bloomberg