Bisnis.com, JAKARTA -- Kinerja apik yang berhasil ditorehkan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. hingga kuartal III/2018 meyakinkan sejumah analis untuk merekomendasikan beli saham dengan kode emiten SIDO itu.
Pada perdagangan kemarin, saham SIDO ditutup turun tupis 5 poin atau 0,61% pada posisi Rp810. Sepanjang tahun berjalan 2018, harga saham SIDO sudah melesat hingga 48,62%. Dalam jangka panjang, saham perseroan diyakini bakal mencapai Rp1.000.
Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis perseroan per akhir September 2018, SIDO membukukan penjualan senilai Rp1,94 triliun, tumbuh 4,86% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu senilai Rp1,85 triliun. Bila ditelisik dari segmen penjualan, jamu herbal masih berkontribusi paling besar.
Segmen penjualan SIDO terbagi tiga, yakni jamu herbal, makanan dan minuman, serta farmasi. Ketiganya mencatatkan penjualan hingga kuartal III/2018 masing-masing senilai Rp1,27 triliun, Rp588,37 miliar dan Rp72,05 miliar. Di sisi lain, SIDO pun berhasil menekan beban pokok penjualan.
Pada September 2017, beban pokok penjualan SIDO sempat mencapai Rp1 triliun. Namun, pada September 2018, beban pokok penjualan telah turun sekitar 5% menjadi Rp957,19 miliar.
Tim riset PT MNC Sekuritas merekomendasikan beli terhadap saham SIDO dengan target harga senilai Rp1.050 yang mengimplikasikan PE/PBV 25,08 kali/5,09 kali pada 2018 dan 22,22 kali/4,88 kali pada akhir 2019.
"Kami percaya posisi keuangan yang stabil dan positioning brand yang kuat mampu mendorong pertumbuhan SIDO," kata tim MNC Sekuritas melalui riset yang dikutip, Selasa (18/12).
Optimisme tersebut juga didorong oleh upaya perseroan yang terus melakukan penetrasi pasar ekspor ke berbagai negara, termasuk mendirikan cabang di Filipina. Selain itu, SIDO juga berencana untuk mendirikan pabrik di Nigeria pada tahun depan.
Porsi penjualan ekspor ditargetkan mampu meningkat menjadi 5% dari posisi paruh pertama tahun ini yang masih berada di bawah 2% dari total penjualan. "Adapun faktor yang bisa menyebabkan terganggunya kinerja perseroan adalah maraknya peredaran produk herbal ilegal serta ketersediaan raw material di pasaran."
Analis Danareksa Sekuritas Natalia Sutanto menambahkan, pihaknya merekomendasikan beli dengan target harga yang hampir mirip dengan tim analis MNC Sekuritas, yakni Rp1.000.
Menurutnya, pada bulan lalu perseroan telah mulai memasok produknya di jaringan penjualan yang ada di Filipina. "Selanjutnya ketersediaan produk akan terus ditingkatkan oleh perseroan sejalan dengan jaringan yang juga semakin luas," ujarnya.
Dia menilai, perseroan berpeluang untuk mencatatkan kinerja lebih tinggi jika rantai pasok ditingkatkan sehingga menjamin ketersediaan produk baik di dalam maupun luar negeri.