Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Komoditi dan Dervatif Indonesia kelimpungan setalah 6 pekan terpaksa menghentikan perdagangan timah karena masalah kebijakan setelah pada Oktober lalu diketahui ada laporan mengenai perdagangan timah ilegal.
Pada 11 Oktober lalu, polisi menemukan adanya dugaan tindak pidana yang berkaitan dengan penampungan, pemanfaatan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batu bara yang bukan dari pemegang IUP, IUPK, atau izin yang sesuai dengan Pasal 161 Undang-Undang nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara.
Dugaan tersebut ditujukan pada gudang milik PT Tantra Karya Sejahtera di Bangka Belitung yang ditunjuk menjadi gudang resmi oleh BKDI.
Pemerintah sudah menugaskan BKDI untuk menjadi bursa yang menyelenggarakan perdagangan Timah Murni Batangan khusus untuk diekspor berdasarkan Peraturan Kementerian Perdagangan (Permendag) nomor 32/M-DAG/Per/6/2013 tentang tata niaga ekspor Timah Murni Batangan.
Aturan dari Permendag turut disertai dengan Keputusan Badan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) nomor 08/Bappebti/KEP-PBK/08/2013.
Adapun, berdasarkan Permendag nomor 33/M-DAG/Per/5/2015 tentang ketentuan ekspor timah disebutkan bahwa Timah Murni Batangan yang dapat diekspor adalah yang telah memenuhi persyaratan dan verifikasi asal bijih timah oleh perusahaan surveyor yang sudah ditunjuk pemerintah PT Surveyor Indonesia.
Komisaris Utama BKDI Said Aqil Siroj mengungkapkan bahwa BKDI sebagai bursa hanya menerima barang apabila sudah melalui surveyor sebelum dimasukkan ke gudang dan diekspor.
“Tiba-tiba [17 Oktober] ada tindakan police line yang menyebut bahwa kami memperdagangkan barang yang ilegal. Padahal, legal atau tidaknya barang itu sudah di luar urusan kami. Jadi kalau mau dipermasalahkan, harusnya bukan menuntut kami kami di bursa yang sudah siap ekspor dan sudah jelas ada pembelinya, harusnya bahkan sebelum masuk ke surveyor,” ungkap Said, di Jakarta, Senin (26/11/2018).
Dengan adanya police line tersebut, ekspor timah berhenti sudah 6 pekan hingga saat ini dan belum ada kejelasan kapan masalah itu akan terselesaikan. Hal itu menimbulkan potensi kerugian, tak hanya pada industri timah, tetapi juga pada negara.
Selain itu, police line ini juga dinilai merugikan sejumlah pihak dari dan menimbulkan gagal kirim. Apabila terjadi gagal kirim, bisa menghancurkan reputasi Indonesia dan BKDI sebagai bursa dalam perdagangan timah dunia.
“Kalau kita gagal kirim, nama kita bisa hancur. Sama luar negeri dianggap tidak serius, negara ini gimana sih, ekspor timah aja kok gagal,” ujar Said.
Dia berharap aparat agar bisa segera mencarikan jalan keluar yang baik, melihat posisi bursa hanya sebagai penyelenggara perdagangan.
“Kami hanya minta kejelasan hukum. Barang sudah masuk gudang harusnya sudah legal dari indonesia surveyor, seharusnya kalau mau dipermasalahkan sebelum masuk gudang,” tutup Said.