Bisnis.com, JAKARTA—PT Bakrie & Brothers Tbk. (BNBR) berencana melakukan restrukturisasi utang sebesar Rp7,8 triliun pada tahun depan. Adapun, pada tahun ini telah perusahaan merestrukturisasi utang senilai Rp9,38 triliun.
Direktur Keuangan BNBR Achmad Amri Aswono Putro menyampaikan, pada tahun depan perusahaan mengupayakan restrukturiasi utang kepada 1-2 debitur. Dua utang yang akan direstrukturiasi masing-masing senilai Rp6 triliun dan Rp1,8 triliun.
“Tahun depan kami ada rencana restrukturisasi utang Rp6 triliun dan Rp1,8 triliun, kemungkinan pakai buku [laporan keuangan] per Desember 2018,” tuturnya setelah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), Rabu (21/11/2018).
Namun demikian, sambungnya, perseroan kini akan fokus menyelesaikan restrukturisasi utang sejumlah Rp9,38 triliun setelah mendapatkan persetujuan pemegang saham. Dalam RUPSLB, 66,69% menyetujui aksi korporasi tersebut.
Restrukturisasi dilakukan dengan melakukan konversi utang menjadi saham baru sebanyak 8,65 miliar lembar saham dan menerbitkan Obligasi Wajib Konversi (OWK) 137,97 miliar. Dengan demikian, secara total perusahaan akan menerbitkan saham baru atau private placement sebesar 146,63 miliar lembar saham atau 92,37% dari modal ditempatkan dan disetor.
Harga pelaksanaan Rp64 per saham atau lebih tinggi dari saham BNBR saat ini yang terjerembab di level Rp50. Padahal, pada akhir Mei 2018 perseroan melakukan reverse stock dengan rasio 10:1 sehingga sahamnya mencapai posisi Rp500.
Utang yang dikonversi menjadi saham ialah kepada tiga kreditur, yakni Fountain City Investment Ltd. sebesar Rp2,91 triliun, Levoca Enterprise Ltd. senilai Rp6,37 triliun, dan Daley Capital Ltd. sejumlah Rp100,39 miliar.
Dengan dilakukannya private placement ini, utang perseroan akan berkurang hingga 44,08%. Ekuitas perseroan juga dapat bertumbuh.
Per September 2018, BNBR mencatatkan defisiensi modal sebesar Rp7,23 triliun. Menurut Amri, dalam laporan keuangan per Desember 2018 nanti, perseroan dapat berbalik mencatatkan ekuitas Rp2 triliun.
Direktur Utama BNBR Bobby Gafur Umar menyampaikan, sebelum restrukturisasi utang, perseroan terbebani bunga Rp1 triliun setiap tahun. Seiring dengan berjalannya waktu, dicarilah jalan tengah dengan kreditur agar perusahaan bisa menuntaskan kewajibannya.
“Makanya untuk mengurangi liabilitas, kami memberikan opsi debt to swap dan OWK,” tuturnya.
Adapun, rentang waktu penerbitan OWK dilakukan dalam 5 tahun ke depan. Menurutnya, realisasi aksi korporasi itu dapat dipertimbangkan sesuai kesepakatan antara perusahaan dengan pihak kreditur.