Bisnis.com, JAKARTA – Impor kedelai China diperkirakan merosot pada kuartal akhir tahun ini, mengalami penurunan terbesar dalam 12 tahun karena pembeli menahan pembelian di tengah perang dagang antara AS dan China dan kenaikan cadangan kedelai domestiknya.
Kedelai, yang biasa diolah menjadi pakan ternak tinggi protein dan minyak nabati, telah menjadi salah satu komoditas yang berada di jantung perang dagang antara kedua negara perekonomian terbesar di dunia itu.
Pada Juli lalu, China menjatuhkan tarif impor 25% pada kedelai AS sebagai bagian dari konflik perang dagang dengan AS yang terus memanas sejak pertama kali tarif baru diperkenalkan pada produk-produk lainnya.
China, yang membeli 60% komoditas biji-bijian itu dari luar negeria, akan menurunkan pembeliannya hingga 18 – 20 juta ton pada kuartal IV/2018, dibandingkan dengan impor sebanyak 24,1 juta ton pada periode yang sama tahun lalu.
Sejumlah pedagang di Louis Dreyfus, perusahaan trader komoditas kedelai di Singapura yang memiliki pabrik di China, mengungkapkan bahwa impor dari China diperkirakan akan berjumlah sekitar 6 juta ton per bulan pada kuartal IV/2018.
“Pembelian akan lebih banyak dari Brasil dan selebihnya dari Argentina dan Kanada. Pembeli tidak ada yang mau mengambil risiko dengan membawa pasokan dari AS,” ujar Chris Brady, salah satu trader di Louis Dreyfus, dikutip dari Reuters, Kamis (18/10/2018).
Pada perdagangan Kamis (18/10) harga kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT) merosot tajam ke titik terendah selama 10 tahun ke posisi US$879 sen per bushel turun 6,75 poin atau 0,76% dan mencatatkan penurunan harga sebanyak 7,64% secara year-to-date (ytd).
Harganya sudah cukup membaik karena kekhawatiran akan kerusakan tanaman karena musim hujan yang melanda sejumlah pertanian kedelai di Midwest AS.
Biaya pengiriman kedelai AS ke China saat ini sama dengan harga kedelai dari Brasil meskipun sudah terkena tarif 25%. Namun, pengolah kedelai China menolak untuk tetap mengambil pasokan dari AS karena takut otoritasnya tidak menyetujui kiriman dari AS itu dan membuat tarifnya semakin mahal.
“Saat ini, pajak impor China pada kedelai AS sudah 25%, siapa yang tahu kalau pajaknya nanti mencapai 50% ketika kapalnya tiba di China,” kata Ole Houe, Direktur Pelayanan Konsultasi di pialang IKON Commodities di Sydney.
Pembelian kedelai China sudah mencapai sekitar 24 juta ton pada kuartal IV/2017, jumlah tersebut tiga kali lipat lebih banyak dari level pada 2006, melonjak dari titik tertinggi selama 10 tahun menjadi tertinggi selama 12 tahun.
Perkiraan penurunan impornya akan mencapai sekitar 4 juta – 6 juta ton pada sepanjang Oktober sampai Desember tahun ini dan akan menjadi penurunan terbesar sejak 2006.
Kemudian, selain kedelai, komoditas pertanian lainnya di CBOT turut memerah. Jagung mencatatkan penurunan 1,25 poin atau 0,33% menjadi US$373 sen per bushel dan mencatatkan kenaikan harga hingga 6,34% selama 2018 berjalan.
Kemudian, komoditas gandum juga mengalami penurunan harga 2 poin atau 0,39% menjadi US$515,50 sen per bushel dan membukukan kenaikan harga hingga 20,73% secara ytd.