Bisnis.com, JAKARTA - Pasar saham dan obligasi masih akan cukup fluktuatif pada akhir tahun ini sejalan dengan tekanan dari eksternal, terutama Amerika Serikat yang masih belum surut.
Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Freddy Tedja menjelaskan, pada kuartral IV/2018 dalam jangka pendek volatilitas masih akan terjadi, di mana akan ada beberapa event yang dapat membuat pasar masih cenderung volatile.
"Fed Rate diperkirakan masih naik satu kali lagi. Kemudian berita-berita mengenai konflik perdagangan masih akan ada sampai akhir tahun nanti, dan harga minyak yang akhir-akhir ini terlihat cenderung meningkat," kata dia, Jumat (19/10/2018).
Dia menambahkan, tekanan dari dalam negeri adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar AS masih melemah, defisit neraca berjalan sepanjang 2018 di kisaran 3%, dan pelaku pasar masih menunggu laporan laba perusahaan di kuartal ketiga seperti apa.
Menurutnya, yang menjadi kunci utama adalah stabilitas nilai tukar rupiah yang menjadi salah satu faktor utama investor asing mengambil keputusan untuk berinvestasi di Indonesia. Yang melegakan, kata dia, pemerintah dan Bank Indonesia berupaya membuat rupiah kembali stabil.
Diantaranya dengan kebijakan B20, kebijakan bio diesel untuk mengurangi impor, skala prioritas proyek infrastruktur yang bisa ditunda, pengenaan tarif impor untuk 1.150 produk, dan kebijakan mengenai konversi devisa hasil ekspor.
"Saat rupiah sudah stabil, pasar finansial akan kembali membaik. Apalagi dari sisi global dan domestik untuk tahun depan akan lebih banyak kepastian dibandingkan tahun ini," sambungnya.
Di sisi lain, Freddy menilai kekhawatiran pelaku pasar terhadai perang dagang mulai berkurang. Dengan kata lain, pelaku pasar sudah mulai terbiasa dengan perang tarif dan perang psikologi yang melibatkan AS dengan negara lain.
September lalu misalnya, di mana reaksi pasar terbilang biasa terhadap kebijakan AS yang mengimplementasikan tarif impor untuk China. Menurutnya, pasar cenderung semakin kebal dengan berita mengenai trade conflict ini.
Terlihat indeks MSCI Asia Pacific yang merupakan gambaran pasar saham Asia, di mana volatilitasnya dari Januari-September sudah menurun setengahnya. Dari mata uang, JP Morgan EM Currency Index pada September menunjukkan stabilisasi.
"Pada September lalu, ketertarikan orang mengenai trade war atau trade conflict, justru lebih rendah dibandingkan pada saat trade conflict masih menjadi wacana. Ini mengindikasikan, pasar sudah semakin mengekspektasikan eskalasi atas trade conflict ini," jelasnya.
Sementara itu, dia memperkirakan kondisi ekonomi dan pasar finansial AS sampai akhir tahun diperkirakan akan tetap baik. Pada November akan ada mid term election, di mana secara historis setelah mid term election pasar saham di AS meningkat karena adanya kejelasan, terlepas dari partai manapun yang menguasai parlemen.
Sedangkan pada 2019 kondisi akan sedikit berubah karena dampak dari pemotongan pajak pada 2018 sudah semakin mereda. Ini yang membuat ekspektasi laba korporasi AS pada 2019 lebih kecil dibandingkan 2018. Belum lagi dampak pengenaan tarif impor antara AS dan Tiongkok dan sebaliknya sudah mulai terasa ke perekonomian domestik AS.
"Untuk Asia sendiri dengan semakin mengerucut trade conflict, semakin ada kejelasan maka seharusnya untuk tahun depan kondisi akan lebih stabil. Karena volatilitas yang ada saat ini lebih banyak disebabkan oleh sentimen dibandingkan fundamental," ujarnya.