Bisnis.com, JAKARTA – Perang dagang Presiden Amerika Serikat Donald Trump dengan China diperkirakan memacu pergeseran industri pertanian AS karena petani mulai beralih menanam tanaman lain.
Wakil Presiden perusahaan konsultan Brock Associates Tim Brusnahan mengatakan, para petani di AS diperkirakan bakal beralih menanam lebih banyak jagung pada tahun depan. Hal itu disebabkan oleh China sebagai pengimpor utama komoditas biji-bijian AS, mulai berhenti membeli kedelai dari AS saat petani memiliki panen yang sangat banyak.
“Tahun depan, kemungkinan akan ada penurunan produksi kedelai dan akan ada lebih banyak jagung karena kami akan melakukan pergeseran besar,” ungkpa Brusnahan, dikutip dari Bloomberg, Minggu (14/10/2018).
Dia menambahkan, kini AS tengah bernegosiasi dengan China, yang belum diketahui bagaimana akhirnya, belum jelas perang dagang akan berakhir. Dengan perang dagang yang diperkirakan masih akan terus berlanjut, petani harus mencari cara untuk melihat kesempatan bertani dengan keuntungan terbesar pada tahun depan.
Pada penutupan perdagangan Jumat (12/10) harga kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT) yang sudah terus turun karena perang dagang mengalami kenaikan tajam 9,25 poin atau 1,08% menjadi US$867,50 sen per bushel. Dengan harga tersebut, kedelai kini tercatat turun 8,85% secara year-to-date (ytd).
Meskipun demikian, harganya masih berada dalam tren penurunan karena petani AS akan menjual ke pembeli domestik AS dengan diskon besar dari harga di kontrak berjangka.
Adapun, harga jagung naik 4,50 poin atau 1,22% menjadi US$373,75 sen per bushel dan naik 6,56% sepanjang 2018 berjalan.
Kemudian, gandum juga terkerek 9,25 poin atau 1,82% menjadi US$517,25 sen per bushel dan harganya tercatat naik 21,14% sepanjang tahun ini.
Cadangan kedelai juga diperkirakan masih sangat besar hingga petani tidak lagi punya tempat untuk menyimpan. Saat ini, Illinois menjadi wilayah yang mengalami situasi terparah dengan kekurangan tempat untuk menyimpan 100 juta bushel panen.
AS memiliki jumlah panen yang lebih besar daripada panen gabungan di Alabama, Arkansas, Georgia, Kentucky, Louisiana, Mississippi, Carolina Utara dan Selatan, Tennessee, dan Virginia.
“Situasi kekurangan penyimpanan tersebut sangat buruk terjadi di sejumlah area di Midwest, khususnya untuk kedelai. Dengan itu petani kemungkinan akan mencari tanaman lain untuk ditanam selanjutnya,” lanjut Brusnahan.
Pelabuhan di Portland bahkan belum mengkuotakan harga untuk kedelai karena kurangnya permintaan. Di Dakota, petani masih memiliki kesempatan untuk mengganti tanamannya tidak hanya menjadi jagung, tetapi juga menjadi gandum musim semi dan musim dingin.
Brusnahan menambahkan, banyak petani yang kehilangan kesempatan untuk menjual jagung dan kedelainya saat harganya menjulang pada awal tahun ini ketika harganya mencapai US$10 per bushel.
Melihat situasi pasokan dan permintaan saat ini, Chief Executive Officer di Sanderson Farms, Joe Sanderson memperkirakan harga jagung akan berada di kisaran US$350 sen per bushel menjadi harga yang cukup baik.
Sedangkan harga kedelai yang terlalu tinggi membuat perang dagang antara AS dan China yang semakin memanas kian jelas terlihat.