Bisnis.com, JAKARTA – Harga kedelai merosot hingga menyentuh rekor, memimpin pelemahan harga-harga komoditas pertanian setelah perkiraan Departeman Pertanian AS menunjukkan belum ada solusi untuk lonjakan produksi.
Data tersebut juga menunjukkan bahwa kekeringan yang melanda sejumlah wilayah tidak membuat pertumbuhan biji-bijian menurun seperti yang diperkirakan.
Harga kedelai di Chicago Board Of Trade (CBOT) pada penutupan perdagangan Jumat (10/8) tercatat mengalami penurunan terparah hingga 42,25 poin atau 4,67% menjadi US$861,75 sen per bushel, secara year-to-date (ytd) mengalami penurunan hingga 11,11%. Penurunan tersebut menjadi yang terbesar sepanjang sejarah untuk kontrak tersebut.
Selain kedelai, komoditas biji-bijian lainnya seperti jagung dan gandum juga tak luput dari penurunan harga. Data bulanan estimasi permintaan dan pasokan pertanian dunia dari Departeman Pertanian AS (USDA) menunjukkan bahwa para petani biji-bijian di seluruh dunia akan memanen komoditas tersebut dalam jumlah besar pada tahun ini.
Perkiraan hasil panen dari USDA tersebut menunjukkan bahwa jagung akan mencapai rekor, dan kedelai akan mendekati level tertingginya sejak kontrak tersebut mulai diperdagangkan. Hal tersebut berarti panen besar AS masih akan terus berlanjut, dan menghambat pemulihan harga komoditas pertanian global.
Dorongan produksi di AS diprediksi membawa kedelai Negeri Paman Sam untuk musim panen 2018 – 2019 melambung hingga 785 juta bushel, melampaui rekor yang telah dicapai sebelumnya. Jika proyeksi tersebut benar terjadi, cadangan kedelai AS akan melonjak delapan kali lipat dalam lima musim terakhir.
China, sebagai pembeli kedelai AS yang terbesar di dunia, telah menghindari pasokan dari AS di tengah kenaikan tensi konflik dagang dengan AS sehingga mengancam ekspor kedelai AS setelah masa panen.
“Dalam neraca perdagangan biji-bijian, yang menjadi pemberat masih cerita perang dagang antara AS dan China, serta dampaknya pada permintaan. Cuaca AS pada Agustus juga harus diperhatikan, karena kekeringan kini mulai melanda sejumlah wilayah pertanian kedelai di AS,” ujar sejumlah analis Rabobank dalam laporan resminya, dikutip dari Bloomberg, Minggu (12/8/2018).
Sementara itu, cadangan jagung dan gandum dunia justru diprediksi melorot dari periode yang sama pada tahun sebelumnya, tetapi penurunan tersebut tak sebanyak yang diperkirakan.
Persediaan gandum global diprediksi sebanyak 259 juta ton, dibandingkan dengan perkiraan sejumlah analis yang dikompilasi Bloomberg yang hanya sebanyak 254,5 juta ton. Adapun, kekeringan dan cuaca panas membuat hasil panen menurun di wilayah Eropa dan Laut Hitam.
Hasil panen jagung AS yang melonjak akan membuat produksi domestiknya seimbang dengan jumlah pada musim lalu, meskipun sejumlah petani sudah menanam lebih sedikit tanaman dari biasanya. Outlook kapas AS juga terlihat mengejutkan, dengan jumlah produksinya yang melampaui perkiraan sejumlah analis.
Pada sesi perdagangan yang sama, harga jagung CBOT tercatat turun 11 poin atau 2,87% menjadi US$371,75 sen per bushel dan naik 2% selama tahun berjalan. Kemudian, harga gandum anjlok 17 poin atau 2,90% menjadi US$569,50 sen per bushel dan naik 28,04% secara ytd.
Selain itu, kapas ICE tercatat turun 11 poin atau 0,52% menjadi US$85,23 sen per pon, sepanjang 2018 ini, harga kapas mencatatkan kenaikan 9,19%.