Bisnis.com, JAKARTA — Selama sepekan terakhir, harga bijih besi terus merangkak dan menembus level US$70 per ton. Sentiment bullish muncul seiring dengan kenaikan harga baja di China bersamaan dengan pertumbuhan permintaan bahan berkualitas tinggi.
Permintaan pada materian berkualitas tinggi di China tersebut terjadi sebagai respons industri terhadap kebijakan pemerintah dalam mengampanyekan lingkungan yang lebih baik dan mengurangi polusi udara.
Konsultan CRU Group Erik Hedborg mengatakan, harga bijih besi sedang berada dalam zona penguatan.
“Kami melihat lonjakan harga beberapa waktu terakhir ini sebagai hasil dari perbaikan sentimen China setelah membicarakan soal stimulus ekonomi yang berencana mendorong biaya infrastruktur hingga akhir 2018,” ujarnya, dikutip dari Bloomberg, Selasa (7/8/2018).
Pada Perdagangan Selasa (7/8), harga bijih besi di SGX AsiaClear Futures melambung 0,94% dari posisi sebelumnya, membawa harganya pada posisi US$70,50 per ton. Sepanjang tahun berjalan, bijih besi untuk kontrak teraktif September naik 5,37%.
Sejak mengalami kemerosotan pada Maret lalu, harga bijih besi terbatas di posisi US$60-an per ton seiring dengan meningkatnya pasokan.
Baca Juga
Pada saat ini, harga bijih besi berhasil keluar dari pelemahan harga yang cukup dalam tersebut, setelah Pemerintah China berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi terutama di sektor infrastruktur untuk menekan dampak dari perang dagang dengan AS.
Dorongan pemerintah untuk mengurangi polusi juga memberi harapan bagi komoditas bijih besi berkualitas tinggi untuk meraih harga lebih tinggi.
Sementara itu, kenaikan harga bijih besi di tengah perang dagang yang kian memanas membuat harga komoditas logam dasar tersebut memiliki rentang harga jauh dari komoditas bahan mentah lainnya, terutama tembaga.
Logam tembaga yang sering digunakan sebagai barometer pertumbuhan ekonomi global, harganya tercatat merosot pada pekan lalu ke posisi di bawah US$6.000 per ton atau level terendah dalam setahun.
Analis Central Capital Futures Wahyu Laksono mengatakan bahwa Pemerintah China telah berupaya menurunkan tingkat polusi dan mendesak kota-kota produsen baja domestik untuk memangkas produksi sehingga mendorong kenaikan harga baja.
“Agak berbeda dengan tembaga yang anjlok, bijih besi justru kinerjanya lumayan bagus karena tingkat permintaannya membaik dan adanya ancaman pasokan karena produksinya terhambat oleh isu lingkungan di China,” ujar Wahyu pada Bisnis, Selasa (7/8).