Bisnis.com, JAKARTA — Rencana PT Bursa Efek Indonesia untuk merelaksasi aturan laba bagi perusahaan yang akan menawarkan saham perdana (initial public offering/IPO) dinilai harus dibarengi dengan penguatan skema proteksi investor.
Kepala Riset Koneksi Capital Alfred Nainggolan mengungkapkan, perlu perlakuan khusus untuk dapat menarik perusahaan rintisan (startup) untuk dapat melantai di bursa saham karena model bisnis perseroan yang sulit membukukan laba pada tahun-tahun awal berdiri.
“Ketentuan laba perusahaan diadakan untuk mengurangi risiko untuk investornya. Saat akan direlaksasikan, jangan sampai memperbesar risiko investor. Dengan perusahaannya ada relaksasi khusus, sebaiknya ada skema proteksi khusus untuk investornya,” ungkap Alfred di Jakarta, Selasa (24/7).
Pelonggaran aturan tersebut, menurut Alfred, akan memudahkan kalangan pelaku perusahaan rintisan dan Unicorn untuk menjajaki pendanaan leluasa di pasar saham. Apalagi, perusahaan rintisan membutuhkan suntikan dana besar untuk investasi tahap awal.
Direktur PT Kresna Graha Investama Tbk. Suryandy Jahja sebelumnya menyampaikan, regulasi pemerintah dan bursa sebetulnya telah akomodatif untuk mendorong perusahaan rintisan masuk bursa. Kendati demikian, perusahaan harus meyakinkan investor untuk dapat tumbuh berkelanjutan.
Adapun, Kresna Graha Investama baru saja mengantarkan satu anak usahanya IPO yaitu PT M Cash Integrasi Tbk. dan satu cucu usahanya yaitu PT NFC Indonesia Tbk.. Meski tergolong baru, kedua perusahaan tersebut mampu menggandeng investor institusi besar.
“Investor akan mencari perusahaan yang memiliki business model yang siap. Saat listing, kita mengajak investor luar dan dalam negeri untuk masuk, sehingga business model sangat penting untuk memastikan apakah pertumbuhan perusahaan tersebut bisa eksponensial,” ungkap Suryandy.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo mengatakan akan melakukan revisi persyaratan IPO. Salah satu poin yang akan dipermudah dalam proses IPO adalah ketentuan mengenai kewajiban perusahaan untuk mencatatkan laba.
"Kami akan menyesuaikan peraturan dengan kondisi yang ada. Ada perusahaan-perusahaan misalnya unicorn belum net profit. Ini kalau syaratnya disamakan dengan yang saat ini ada akan susah," jelasnya di BEI, Selasa (24/7).
Syarat IPO yang saat ini berlaku adalah perusahaan yang melakukan IPO wajib mencatatkan laba dalam operasionalnya. Ketentuan ini, menurut Laksono, akan sulit untuk perusahaan unicorn.
Pasalnya, saat perusahaan unicorn tersebut mencatatkan keuntungan akan digunakan untuk pengembangan bisnis atau investasi lanjutan. Dengan kata lain, perlu langkah agresif dari bursa untuk mempermudah IPO perusahaan kelas ini.
"Potensinya unicorn untuk IPO ini ada, seberapa besar kami masih belum mengetahui. Tapi potensinya ada terutama dari perusahaan yang bergerak di sektor finansial teknologi," imbuhnya.