Bisnis.com, JAKARTA — Perdagangan berjangka kedelai, yang sempat merosot dalam beberapa bulan terakhir seiring makin dekatnya perang dagang AS-China, mencapai titik tertinggi setelah tarif yang dijanjikan akhirnya mulai berlaku.
Sementara itu, karena pembelian kedelai dari China sebagai pengimpor kedelai terbesar dunia anjlok, harga kedelai AS menjadi sangat murah membuat beberapa negara lain mulai membeli kedelai dari Negeri Paman Sam.
Pada penutupan perdagangan Jumat (6/7/2018), harga kedelai di Chicago Board Of Trade (CBOT) naik 4,53% atau 38,7 poin menjadi US$894,50sen per bushel, lonjakan terbesar sejak kontrak komoditas itu dimulai pada 2014. Sehari sebelumnya, harga kedelai CBOT menyentuh level terendah setelah merosot 17% sejak akhir Mei 2018.
Kedelai merupakan salah satu komoditas AS yang terkena tarif impor dari China, yang dikenakan setelah AS menerapkan tarif lebih awal dan Presiden AS Donald Trump mengancam akan mengambil langkah lebih lanjut.
"Harga kedelai AS sudah terdiskon banyak dari harga kedelai Brazil, membuat seluruh dunia mulai membeli kedelai dari kami [AS]," ujar Arlan Suderman, kepala ekonom komoditas INTL FCStone Kansas, seperti dilansir dari Bloomberg, Sabtu (7/7).
"Permintaan ekspor menguat dari seluruh dunia, yang memberi keuntungan bagi penjualan saat ini di pasar minyak nabati," lanjutnya.
Data Departemen Pertanian AS menunjukkan bahwa pada pekan yang berakhir pada 28 Juni 2018, ekspor kedelai AS naik lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya menjadi 1,02 juta ton. Sejumlah pengiriman yang dijual ke China telah dialihkan ke negara lain seperti Pakistan dan Bangladesh.
China telah menggeser pemasok kedelainya ke Brazil. Harga kedelai premium Brazil melonjak pada beberapa pekan terakhir karena ekspektasi bahwa China akan mendorong pembelian kedelainya ke negara Amerika Selatan itu.