Bisnis.com, JAKARTA – Indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sekeranjang mata uang utama dunia melaju lebih tinggi di atas 91,00 dan menyentuh level tertinggi dalam 3,5 bulan.
Pada penutupan perdagangan Rabu (25/4), dolar AS ditutup di 91,172. Adapun, terpantau pada perdagangan Kamis (26/4) pukul 10.00 WIB, greenback naik 0,02% menjadi 91,189, level tertinggi sejak 12 Januari 2018. Sepanjang hari ini, dolar AS diprediksi bergerak di kisaran level 91,140—91,236. Secara year-to-date (ytd), dolar melemah 1,01%.
“Pada sesi perdagangan Asia Kamis pagi ini, pelaku pasar tampaknya tetap memburu mata uang dolar AS,” papar Asia Trade Point Futures (ATPF) dalam publikasi risetnya hari ini (26/4/2018).
ATPF menuturkan bahwa kondisi tersebut dapat dilihat dari perkasanya dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia. Tercatat, pasangan USDJPY diperdagangkan di level tertinggi dalam 2 bulan, pasangan NZDUSD bergerak turun ke level terlemah dalam 3 bulan, sementara pasangan AUDUSD jatuh ke level terendah dalam 4 bulan.
“Menguatnya mata uang dolar AS tidak dapat terlepas dari melonjaknya yield obligasi AS bertenor 10 tahun yang mencapai 3%,” lanjutnya.
Apalagi, ATPF menambahkan, Wells Fargo, bank terbesar ketiga di Amerika Serikat semalam memberikan pernyataan bahwa yield obligasi AS masih berpotensi bergerak lebih tinggi sehingga menjaga apresiasi greenback terhadap mata uang utama dunia lain.
ATPF memperkirakan dolar AS masih berpeluang melanjutkan dominasinya seiring dengan normatifnya kebijakan dari bank sentral kawasan utama Asia serta Bank Sentral Eropa (ECB) yang diprediksi masih akan berhati-hati dalam melakukan pengetatan moneter.
Dalam publikasi riset lainnya, analis Monex Investindo Futures Faisyal menuturkan, kebijakan moneter ECB pada hari ini akan menjadi pusat perhatian investor di tengah sentimen penguatan dolar AS dan kenaikan yield obligasi AS.
Menurutnya, para analis pesimistis terhadap adanya sikap hawkish dari pejabat ECB karena kembali menurunnya perkembangan ekonomi di zona Euro akhir—akhir ini.
Selain itu, fokus investor juga tertuju pada sejumlah data ekonomi AS seperti Durable Goods Orders dan Unemployment Claims AS yang menunjukkan gambaran perekonomian AS.
“Jika data yang dirilis lebih baik dari estimasi, maka akan semakin memperkuat kinerja dolar AS yang telah ditopang oleh yield obligasi AS dan meredanya tensi dagang AS dan China,” tutur Faisyal.