Bisnis.com, JAKARTA – Harga bijih besi mengalami kenaikan dalam jangka pendek seiring dengan peningkatan produksi baja dan pemulihan permintaan.
Pada perdagangan Selasa (24/4) pukul 13.20 WIB, harga bijih besi kontrak teraktif September 2018 di bursa Dalian Commodity Exchange menguat 1,10 poin atau 1,48% menjadi US$75,74 per ton, naik 5 sesi berturut—turut. Angka ini merupakan level tertinggi sejak 16 Maret 2018.
Komoditas bahan baku baja tersebut telah kembali pulih setelah mengalami kejatuhan 18% pada periode Maret 2018. Secara year-to-date (ytd), harga melemah 10,41%.
Goldman Sachs dalam sebuah catatan menuturkan bahwa bijih besi telah berkinerja buruk sepanjang Maret 2018 karena perpanjangan tak terduga pada pemotongan produksi baja musim dingin dan permintaan baja yang tertunda dari China.
Negeri Panda menyerap sepertiga suplai bijih besi global dan memasok sekitar 50% baja di dunia sehingga kinerjanya sangat berpengaruh bagi komoditas tersebut.
“Namun, data terbaru menunjukkan adanya peningkatan produksi baja dan pemulihan permintaan baja sehingga mendukung kenaikan harga bijih besi,” papar Goldman Sachs.
Baca Juga
Adapun, pada waktu yang sama, harga baja hot rolled sheet kontrak teraktif Oktober 2018 menguat 10,46 poin atau 1,88% menjadi US$566,09 (3.572 yuan) per ton, tertinggi sejak 4 April. Secara year-to-date (ytd), harga melemah 7,66%.
Berdasarkan data World Steel Association (worldsteel), dalam laporan Short Range Outlokk (SRO), diproyeksikan permintaan baja pada 2018 akan menjadi 1.616,1 juta ton, naik 1,8% dari total permintaan pada 2017 seiring dengan membaiknya ekonomi global.
Worldsteel juga memprediksi adanya peningkatan permintaan baja global pada 2019 kendati tidak sebesar pada tahun ini, yakni hanya 0,7% menjadi 1.626,7 juta ton.