Bisnis.com, JAKARTA – Berita kesepakatan Uni Eropa (UE) untuk menghapus bea masuk antidumping (BMAD) asal Indonesia membuka kembali peluang Negeri Garuda untuk mengekspor biodiesel ke Benua Biru tersebut.
Dilansir dari Reuters, produsen biodiesel Indonesia bersiap-siap untuk meningkatkan ekspor setelah Uni Eropa setuju untuk menghapus bea masuk terhadap produk biodiesel asal Indonesia. Informasi ini dikabarkan akan diumumkan secara resmi pada Senin mendatang.
Langkah UE tersebut akan menjadi keuntungan bagi Indonesia, pemasok biofuel berbasis kelapa sawit terbesar di dunia, kendati diperkirakan akan memukul eksportir Malaysia karena mereka kehilangan pangsa pasar akibat biaya yang lebih tinggi dalam industri biodiesel berskala lebih kecil.
Pedagang memperkirakan harga biodiesel Malaysia biasanya US$30-US$40 per ton, lebih mahal daripada kargo Indonesia. Kedua negara menggunakan minyak kelapa sawit/crude palm oil (CPO) dari perkebunan besar mereka untuk menghasilkan biodiesel.
Sebagai gambaran, harga metil ester sawit, komponen biodesel yang berasal dari CPO diperdagangkan di level US$747 per ton pada Kamis (19/4), lebih mahal dibandingkan dengan US$711 yang diperdagangkan di Indonesia.
“Beberapa perusahaan [Indonesia] sudah mulai melakukan pengiriman [ke Eropa],” kata M.P Tumanggor, Ketua Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI).
Tumanggor memprediksikan, Indonesia akan mengirim sekitar 432.000 ton biodiesel ke UE pada tahun ini, naik dari hampir tidak ada pengiriman pada tahun 2017.
Namun, angka tersebut masih dinilai jauh dari 1,4 juta ton yang diekspor Indonesia sebelum bea impor tersebut diberlakukan oleh UE sejak 2013 silam.
Adapun, Presiden Asosiasi Biodiesel Malaysia (MBA) U.R. Unnithan menuturkan, ekspor biodiesel Malaysia pada tahun lalu cukup bagus, namun saat ini Malaysia dinilai kurang kompetitif.
“Saya membayangkan ekspor biodiesel Malaysia [ke UE] sekarang hampir tidak ada,” kata Unnithan.
Berdasarkan data MBA, ekspor biodiesel Malaysia yang sebagian besar dikirim ke Uni Eropa melonjak menjadi 235.000 ton pada 2017 dari tahun sebelumnya sebanyak 83.000 ton.
Namun, di sisi lain, pedagang memperingatkan biodiesel berbasis kedelai yang lebih kompetitif dapat menantang ekspor Indonesia karena harga saat ini pada metal ester kedelai setara dengan yang digunakan untuk metal ester sawit.