Bisnis.com, JAKARTA – Harga gas alam cenderung stabil di level US$2,7 per million british thermal unit (MMBtu) seiring dengan kondisi cuaca yang beragam di berbagai kawasan Amerika Serikat, produsen gas alam terbesar di dunia.
Terpantau, harga gas alam kontrak teraktif Mei 2018 di New York Merchantile Exchange (NYMEX) menguat tipis menuju level US$2,741 per MMBtu pada perdagangan Rabu (18/4) pukul 12.48 WIB. Sepanjang hari ini, harga bergerak di kisaran US$2.734—US$2.749 per MMBtu.
Pada sesi sebelumnya, harga turun setelah naik 4 sesi beruntun. Harga sempat menyentuh level tertinggi dalam 1 bulan sebesar US$2,752 per MMBtu pada 16 April. Namun, secara year-to-date (ytd), harga tercatat turun 7,25%.
Menurut Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA), suhu yang lebih dingin dari biasanya diperkirakan akan terjadi di Amerika Tenggara pada 23—27 April 2018, sementara pada waktu yang sama suhu yang lebih hangat diperkirakan terjadi di Amerika bagian Barat.
Sementara itu, menurut The Weather Co. diproyeksikan, sebagian besar suhu akan normal di AS bagian timur sekitar 27 April—1 Mei 2018. Adapun AccuWeather memproyeksikan, suhu di New York kemungkinan akan mencapai 56 derajat fahrenheit (13 derajat celcius) pada akhir April.
Biasanya, ketika suhu berada di bawah normal atau lebih dingin dari biasanya, maka permintaan akan gas alam akan meningkat karena digunakan sebagai pemanas.
Baca Juga
Badan Administrasi Informasi (EIA) memproyeksikan harga rata—rata gas alam akan berada di level US$2,99 per MMBtu pada 2018 dan mencapai US$3,07 per MMBtu pada 2019.
“Harga gas alam kemungkinan bergerak di kisaran level US$2,30—US$3,43 per MMBtu mencakup ekspektasi pasar di Juli dengan tingkat kepercayaan 95%,” papar EIA.
Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim menuturkan bahwa harga gas alam memiliki potensi untuk kembali naik ke level US$3,00 MMBtu setelah selama 3 tahun terakhir bergerak rata—rata di bawah level tersebut. Proyeksi ini seiring dengan beragam kemungkinan sentimen positif yang mempengaruhinya.
“Harga gas alam kemungkinan bisa semakin naik jika harga batu bara terus naik dan kembali menembus level US$100 per ton karena pasar cenderung akan beralih ke gas alam” ujar Ibrahim baru—baru ini.
Seperti diketahui, penguatan harga batu bara memberi efek bagi gas alam karena merupakan komoditas substitusinya. Hingga saat ini, harga batu bara masih bergerak di bawah US$100 per ton.
Di samping itu, sentimen positif lain datang dari pengaruh geopolitik antara Amerika Serikat dan Rusia terkait sanksi pembekuan aset terhadap sejumlah petinggi pemerintah Rusia.
Sanksi tersebut memberi dampak bagi Rusia sebagai produsen sekaligus konsumen gas alam terbesar kedua di dunia karena dianggap akan mengganggu pasokan gas alam sehingga berpotensi memberi dampak kenaikan harga.
Terkait kondisi permintaan, Ibrahim mengatakan bahwa kendati memasuki musim panas, konsumsi gas alam masih terbilang tinggi. Pasalnya, kebutuhan bahan energi pada reaktor nuklir sebagai pendingin tetap tinggi, baik dari batu bara berkalori tinggi maupun dari gas alam.
“Pada kuartal II/2018 harga gas alam diproyeksikan akan bergerak di kisaran US$2,70—US$2,75 MMBtu,” tambahnya.