Bisnis.com, JAKARTA – Minyak kelapa sawit/ crude palm oil (CPO) mencapai level tertinggi dalam sebulan. Harga CPO kontrak teraktif Juni 2018 naik 3,12% menjadi 2.503 ringgit (US$648) per ton pada penutupan perdagangan Jumat (6/4/2018), level tertinggi sejak awal Maret.
Dilansir dari Malaysian Palm Oil Council (MPOC) yang mengutip informasi The Borneo Post menuturkan volume perdagangan harian rata—rata selama Senin hingga Kamis meningkat 20,43% menjadi 43.721 kontrak yang diperdagangkan.
Angka tersebut lebih tinggi dari total rata—rata yang diperdagangkan pada Senin hingga Kamis di pekan sebelumnya sebanyak 34.790 kontrak. Perusahaan inspeksi AmSpec Agri Malaysia melapork an bahwa ekspor produk CPO Malaysia untuk Maret naik 21,6% menjadi 1.319 juta ton dari 1.145 juta ton yang dikirim pada periode Februari.
Adapun menurut versi surveyor kargo Societe Generale de Surveillance (SGS), ekspor produk CPO Malaysia pada Maret naik 19,4% menjadi 1.395 juta ton dari 1.168 juta ton yang dikirim pada bulan sebelumnya.“Ekspor CPO Malaysia pada Maret naik sekitar 19%--21% month on month (mom),” papar AmSpec dan SGS.
Peningkatan ekspor tersebut merupakan pengaruh menjelang bulan suci Ramadan yang akan dimulai pada pertengahan Mei mendatang di berbagai daerah berpenduduk muslim. Biasanya, permintaan CPO akan meningkat menjelang festival besar karena mendorong konsumsi minyak goreng yang lebih tinggi.
Di samping itu, sentimen positif terhadap harga CPO juga datang dari berita peningkatan tarif China hingga 25% pada 128 produk AS termasuk kedelai telah memberikan dukungan kepada pasar.
Kondisi perang dagang tersebut dinilai dapat meningkatkan harga dari minyak nabati yang sebagian besar ditanam di Indonesia dan Malaysia tersebut. “CPO yang merupakan pengganti kedelai mungkin akan mengalami peningkatan permintaan dari China karena lebih luas spread antara kedua minyak nabati akan membuat CPO lebih menarik,” kata Chong Hoe Leong, research analyst Public Investment Bank Bhd di Kuala Lumpur.
Senada, analis di Affin Hwang Investement Bank Bhd Nadia Aquidah mengatakan, perusahaan perkebunan CPO diuntungkan dari tarif yang diberlakukan karena dapat membantu meningkatkan permintaan dan mengangkat harga CPO.
Seperti diketahui, harga CPO biasanya akan terseret harga kedelai. Terpantau, harga kedelai kontrak Juli 2018 pada perdagangan Senin (9/4) pukul 13.20 WIB di Chicago Board of Trade (CBOT) naik 20,50 poin atau 1,96% menjadi US$1.065,25 sen per bushel. Sepanjang tahun, harga telah tumbuh lebih dari 7%. “Stok CPO di Indonesia dan Malaysia kemungkinan dapat turun jika tarif terus berjalan,” ujar Aquidah.
Indonesia dan Malaysia berkontribusi sekitar 84% dari pasokan global. Menurut survei Bloomberg yang dilakukan terhadap sejumlah pekebun, pedagang, dan analis, persediaan CPO pada periode Maret menjadi 2,28 juta ton, turun 8,1% dari bulan sebelumnya.
Secara teknis, harga CPO menguji level resistan di level 2.510 ringgit per ton. Jika menembus level tersebut, harga akan menguat ke level 2.568 ringgit per ton. Sementara itu, level support berada di level 2.383 ringgit per ton. Menembus level tersebut akan mendorong pelemahan harga ke 2.350 ringgit per ton.
Analis CIMB Investment Bank Bhd Ivy Ng memproyeksikan, harga CPO pada April akan bergerak di kisaran 2.400 ringgit—2.600 ringgit per ton, sementara sepanjang 2018 diprediksi akan mencapai harga rata—rata sebesar 2.700 ringgit per ton.