Bisnis.com, JAKARTA – Stok minyak kelapa sawit atau crude palm oil Malaysia kemungkinan jatuh ke level terendah sejak Oktober seiring dengan kenaikan tingkat ekspor. Sentimen ini mendorong penguatan pada harga CPO.
Menurut survei Bloomberg yang dilakukan terhadap sejumlah pekebun, pedagang, dan analis, persediaan CPO pada periode Maret menjadi 2,28 juta ton, turun 8,1% dari bulan sebelumnya.
Di samping itu, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB), ekspor terlihat mengalami kenaikan 17% menjadi 1,53 juta ton. Angka tersebut merupakan peningkatan terbesar sejak Mei 2017.
Adapun, produksi naik 11% menjadi 1,49 juta ton, kenaikan pertama sejak Oktober tahun lalu. MPOB akan merilis data resminya pada 10 April mendatang.
“Penurunan stok memberi dampak positif bagi harga CPO karena menunjukkan bahwa permintaan melebihi pasokan pada periode Maret, terlepas dari semua berita negatif terkait kenaikan pajak impor dari India,” kata Alan Lim, analis MIDF Amanah Investment Bank Bhd.
Pada penutupan perdagangan Rabu (4/4), harga CPO kontrak teraktif Juni 2018 ditutup rebound 18 poin atau 0,74% menjadi 2.454 ringgit per ton.
Adapun pada perdagangan Kamis (5/4/2018) pukul 10.30 WIB, harga mengalami penguatan 21 poin atau 0,86% menjadi 2.475 ringgit (US$640) per ton. Secara year-to-date (ytd), harga mengalami pelemahan 2,02%.
Harga CPO tercatat telah menurun 5% pada periode Maret setelah India menaikkan pajak impor untuk CPO dan di tengah kekhawatiran pasar tentang perang dagang antara AS dan China.
Lim juga menuturkan bahwa terkereknya ekspor merupakan dorongan bagi para importir untuk menyetok lebih banyak CPO sebelum bulan suci Ramadan di samping menjelang pengenaan kembali pajak ekspor Malaysia.
Sebagai informasi, pekan ini merupakan pekan terakhir penangguhan pajak ekspor CPO oleh pemerintah Malaysia sejak awal 2018.
Analis CIMB Investment Bank Bhd Ivy Ng memproyeksikan harga CPO akan bergerak di kisaran level 2.400-2.600 ringgit per ton pada April 2018.