Bisnis.com, JAKARTA – Harga tembaga mengalami kelesuan seiring dengan panasnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang telah merisaukan pasar.
Harga tembaga pada penutupan perdagangan Jumat (23/3) di London Metal Exchange (LME) ditutup melemah 35 poin atau 0,52% menjadi US$6.660 per ton, pelemahan 2 sesi berturut-turut.
Angka tersebut merupakan level terendah sejak pertengahan Desember 2017. Sepanjang tahun, harga bergerak menurun hingga 8,10%, pelemahan terbesar setelah aluminium.
Sementara harga tembaga berjangka di Shanghai Futures Exchange (SHFE) merosot ke posisi terendah Juli sebesar 2,8% menjadi 48.720 yuan (US$7.717) per ton.
Dilansir dari Bloomberg, pelemahan harga tembaga pada kedua kontrak tersebut terjadi lantaran sebagian besar logam industri memperpanjang kerugian setelah AS dan China meningkatkan ketegangan perdagangan yang berpotensi menghambat pertumbuhan.
Akhir pekan lalu, China menuturkan akan mempertahankan diri dalam perang dagang dan memperingatkan bahwa rencana tarif AS bisa menjadi bumerang bagi Paman Sam.
Baca Juga
Pada Jumat (23/3), China mengumumkan tarif sebesar US$3 miliar untuk sejumlah produk impor asal AS sebagai balasan atas tarif baja dan aluminium yang dicanangkan Trump pada awal bulan.
Seperti diketahui, tembaga telah lama dianggap sebagai barometer kesehatan ekonomi global. Adapun, saat ini tanda-tanda vital memang terlihat tidak bagus. Ketegangan AS-China telah mengancam adanya kegagalan pertumbuhan global dan mengekang permintaan untuk logam.
Pedagang yang disurvei oleh Bloomberg tidak optimis bahwa harga tembaga bisa pulih pada pekan ini.