Bisnis.com,JAKARTA — Saham-saham kontraktor pelat merah dinilai masih layak koleksi meski sejalan dengan rasio perbandingan antara harga saham dan laba per saham yang masih murah serta potensi kenaikan harga yang dimiliki.
Berdasarkan data Bloomberg, saham PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., dan PT PP (Persero) Tbk., bergerak dalam tren negatif dalam sebulan terakhir.
Padahal, keempatnya telah mengumumkan kinerja keuangan 2017. Beberapa di antaranya berhasil membukukan keuntungan atau laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk melebihi ekspektasi para analis.
Kinerja Waskita Karya misalnya, emiten berkode saham WSKT itu membukukan laba bersih Rp3,88 triliun pada 2017. Pencapaian itu melebih konsensus analis Rp3,26 triliun.
Selain WSKT, Laba bersih PP juga melebihi konsensus para analis. Emiten berkode saham PTPP itu mengantongi keuntungan Rp1,45 triliun pada 2017, di atas konsensus Rp1,43 triliun.
Kondisi serupa juga dicatatkan oleh Wijaya Karya (WIKA) dan Adhi Karya (ADHI). Keduanya mencatatkan pertumbuhan laba bersih pada tahun lalu sejalan dengan konsensus para analis.
Baca Juga
Frankie Wijoyo Prasetio, Branch Manager Phintraco Sekuritas Medan menjelaskan bahwa dari sisi price earning ratio (PER) saham kontraktor badan usaha milik negara (BUMN) masih diperdagangkan dengan valuasi murah. Hal tersebut disebabkan kinerja keuangan, khususnya laba, yang baik pada periode 2017.
Kondisi tersebut, sambungnya, menyebabkan PER sektor konstruksi menjadi turun ke level yang sehat. Dari sisi PER, saham WSKT memiliki rasio yang paling baik.
Dia mengatakan saham WSKT memiliki PER paling baik di level 8,88 kali. Kondisi itu sejalan dengan pertumbuhan laba perseroan pada rentang 2012-2017 yang memiliki CAGR 61% per tahun.
Selanjutnya, Frankie emiten kontraktor pelat merah lainnya juga masih memiliki PER relatif rendah dibandingkan dengan rasio sektor konstruksi. Tercatat, PER tiap emiten yakni PTPP 11,73 kali, WIKA 12,76 kali, dan ADHI 14,65 kali.
“Dari PER-nya makas saham-saham konstruksi diperdagangan di level PER yang tidak mahal,” jelasnya.
Di sisi lain, Analis Reliance Sekuritas Indonesia Lanjar Nafi menjelaskan bahwa ADHI, PTPP, WIKA, dan WSKT memiliki potensial upside harga yang cukup tinggi pada tahun ini. Keempatnya memiliki peluang kenaikan harga di atas 20%.
Saham ADHI misalnya, memiliki potensial upside hingga 24% pada 2018. Target harga untuk 12 bulan ke depan berada di level Rp2.630 per saham.
Lanjar menilai ADHI berhasil membukukan kinerja keuangan yang sangat baik pada 2017. Hal tersebut terlihat dari kenaikan pendapatan dan laba bersih yang dibukukan perseroan.
Selanjutnya, dia memproyeksikan target harga saham PTPP berada di level Rp3.920 per lembar. Potensi kenaikan harga yang dimiliki lebih tinggi dari ADHI yakni 43,8%.
Kemudian, saham WIKA diprediksinya memiliki harga wajar di level Rp2.400 per lembar dalam 12 bulan ke depan. Potensi penguatan saham perseroan diperkirakan sebesar 40,1%.
Terakhir, Lanjar mengatakan pertumbuhan laba bersih 126,5% WSKT tidak membuat para analis optimis dengan harga saham perseroan. Pasalnya, rata-rata target harga secara fundamental berada pada level Rp3.250 dengan potensial upside 28,1%.
Menurut data Bloomberg, PER sektor saham infrastruktur dan konstruksi berada di level 21,77 kali. Para analis yang mengulas saham ADHI, PTPP, WSKT, dan WIKA mayoritas masih mempertahankan rekomendasi beli.