Bisnis.com, JAKARTA -- Manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. memprediksi perseroan masih akan membukukan kerugian pada kuartal I tahun ini karena awal tahun merupakan masa low season, sehingga jumlah penumpang maskapai tersebut rendah.
Pada tahun ini, Garuda Indonesia menargetkan pertumbuhan penumpang sebesar 10% menjadi sekitar 23 juta orang. Jika ditambah dengan angkutan barang, maka volume pengangkutan total Garuda Indonesia tahun ini diprediksi mencapai 15%.
Kendati demikian, beban yang dikeluarkan perusahaan untuk bahan bakar yaitu avtur, cukup besar. Pasalnya, kenaikan harga minyak yang saat ini di sekitar US$63,4 per barel dari US$50 per barel pada Mei 2017 telah meningkatkan harga avtur. Kondisi politik global pun memperparah fluktuasi nilai tukar.
Pada keterbukaan informasi yang dipublikasikan perseroan di harian Bisnis Indonesia, GIAA menyebut tidak dapat menghindari beban harga avtur pada operasional perseroan pada tahun ini. Pengeluaran bahan bakar menyumbang 40% dari total biaya perusahaan.
"Perseroan berharap pada full year 2018 dapat membukukan laba meski triwulan pertama diperkirakan masih ada kerugian. Untuk memperbaiki finansial, perusahaan melakukan beberapa upaya, salah satunya yaitu hedging atau lindung nilai terhadap avtur," ungkap Manajemen dalam keterbukaan informasi yang dikutip Rabu (14/3/2018).
Meski memprediksi akan rugi pada triwulan I/2018, perseroan menilai pertumbuhan penumpang yang cukup baik akan menopang kinerja finansial sepanjang tahun ini. Adapun, GIAA menargetkan laba bersih 2018 dapat mencapai US$8,7 juta.