Bisnis.com, JAKARTA – Sebagai negara dengan tingkat ekspor baja yang tinggi di dunia, China menentang rencana Amerika Serikat dalam upaya pembatasan impor baja.
Seorang pejabat Kementerian Perdagangan AS/ China Ministry of Commerce (MOFCOM), China telah menyatakan keprihatinannya atas proteksionisme yang berlebihan di sektor baja oleh Amerika Serikat, dan mendesaknya untuk menahan diri dalam penyelidikan terhadap impor baja.
“Perlindungan yang berlebihan bukanlah obat dan hanya akan mengarah pada ‘lingkaran setan’ dalam tindakan perdagangan,” ungkap Wang Hejun, Head of MOFCOM’s Trade Remedy and Investigation Bureau, seperti dilansir dari Reuters.
Hejun menuturkan pihak Beijing menentang tindakan perdagangan yang “tidak adil dan tidak masuk akal” oleh AS terhadap perusahaan baja dengan alasan proteksionisme yang meracuni industri tersebut.
Berdasarkan catatan World Steel Association (WSA), produksi dan konsumsi baja China telah meningkat pesat. Sepanjang 15 tahun, produksi dan konsumsi negara—negara serikat (ROW) hanya mencapai masing—masing 14% dan 30%, sementara China tingkat produksinya bisa tumbuh 3,4 kali lipat dan tingkat konsumsi mencapai 2,4 kali lipat dibandingkan capaian negara—negara serikat tersebut.
Produksi di tahun terakhir, China menghasilkan 1.691,2 juta ton pada 2017, naik 5,3% dari tahun sebelumnya. Adapun ekspor China telah berkontribusi 65% dari total global. Tentunya, dengan tingginya sumbangan baja China terhadap global, tindakan AS dianggap akan merugikan Negeri Panda.
Sebelumnya, pihak AS menyatakan bahwa tindakan yang memberatkan China tersebut dilakukan untuk memberi perlindungan terhadap produsen dalam negeri. Presiden AS Donald Trump menilai bahwa industri baja AS sedang dalam fase kemunduran akibat kebijakan dumping, yakni kebijakan yang dilakukan negara pengekspor yang menjual barangnya dengan harga yang lebih murah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri sendiri.
Para produsen baja AS mendukung rencana pembatasan impor baja. Sebelumnya, mereka memang telah mendesak Trump untuk mengurangi impor baja agar bisa mengurangi produksi baja global yang berlebihan, terutama dari China yang dikhawatirkan akan memicu penurunan harga baja global.
Terpantau, harga baja rebar global telah mengalami penurunan sepanjang tahun 2018 hingga lebih dari 6%, tertinggi diantara komoditas logam dasar lainnya.