Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja pasar obligasi yang fluktuatif dan cenderung melemah akibat sentimen global saat ini menjadi momentum bagi investor untuk mengambil posisi pada instrumen jangka panjang.
Anil Kumar, Fixed Income Analyst Ashmore Asset Management Indonesia, mengatakan tidak ada masalah di Indonesia yang menyebabkan terjadinya koreksi di pasar obligasi Indonesia.
Penyebab utama koreksi pasar adalah karena sentimen negatif akibat data ekonomi Amerika Serikat, khususnya data ketenagakerjaan yang meningkatkan ekspektsi inflasi AS tahun ini.
Pasar semakin kuat menduga the Fed akan menaikkan suku bunga 3-4 kali tahun ini karena merespons potensi inflasi tahun ini.
“Selain kekhawatiran ini, sebenarnya situasi dan kondisi secara fundamental semuanya aman. Indonesia masih oke. Obligasi domestik kita terpengaruh karena kepemilikan asing mencapai 40% sehingga pasti kena batunya kalau ada gangguan di global,” katanya.
Anil mengatakan peningkatan inflasi Amerika Serikat selama ini lebih banyak ditopang oleh kenaikan harga minyak, yang mana hal tersebut cenderung hanyalah gejala sementara yang tidak berkelanjutan. Namun, pasar tidak pernah tahu arah kebijakan the Fed sehingga responnya tergambar dalam fluktuasi pasar.
Dia menilai dalam situasi seperti ini, investor justru mendapatkan momentum untuk mulai berinvestasi di instrumen obligasi jangka panjang pemerintah.
Saat ini kurva imbal hasil antara obligasi pemerintah tenor pendek dan tenor panjang sudah cukup lebar di kisaran 120 bps hingga 130 bps, sehingga menjadi momentum bagi akumulasi beli di tenor panjang bila asumsinya kinerja ekonomi Indonesia tetap stabil.
“Kalau investor masih berasumsi suku bunga di Indonesia masih bisa turun atau inflasi tidak akan naik signifikan, mana menurut saya yang harus dikejar investor adalah tenor panjang 15-20 tahun karena lagi murah,” ujarnya.
Menurutnya, situasi fluktuatif seperti saat ini tidak akan selamanya terjadi. Pasar pasti akan kembali stabil di masa mendatang. Namun, bila investor baru masuk di saat pasar sudah stabil, investor justru kehilangan momentum untuk mendapatkan keuntungan investasi.
“Justru pada saat orang takut adalah saat yang tepat. Kalau investor percaya bahwa Indonesia akan stabil dan setiap asing jual ada investor domestik yang beli, ini justru jadi kesempatan untuk beli tenor panjang,” ucap Anil.
I Made Adi Saputra, Head of Fixed Income Research MNC Sekuritas, mengatakan saat ini kebijakan Bank Indonesia masih akomodatif, belum ada sinyal kebijakan pengetatan sehingga ekspektasi terhadap kinerja ekonomi nasional masih positif.
“Artinya, suku bunga akan bertahan di level rendah. Buat investor, kalau ada koreksi itu justru peluang untuk beli, terutama untuk investor yang horizon investasinya adalah untuk jangka panjang,” katanya.
Made Adi menilai investor seperti asuransi dan dana pensiun bisa memanfaatkan momentum ini untuk akumulasi beli di tenor panjang sebab masih bisa mendapatkan yield yang bagus. Namun, dirinya tidak menyarankan pembelian secara massif dan agresif, tetapi secara bertahap dan hati-hati.
Menurutnya, siklus fluktuasi pasar masih akan berlanjut hingga ada kejelasan sinyal inflasi di AS. Bila inflasi terbukti tinggi, kekhawatiran pasar menjadi kenyataan dan ekspektasi pengetatan kebijakan suku bunga akan semakin tinggi. Namun, bila inflasi AS ternyata hanya melandai, gejolak pasar segera mereda.