Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produksi Penuh, Bijih Besi Dihantui Bearish

Kendati tercatat masih mengalami penguatan pada bulan pertama di 2018, harga bijih besi cenderung bergerak bearish sepanjang tahun ini, seiring dengan proyeksi peningkatan produksi yang menyebabkan surplus suplai global.
Ilustrasi/Reuters
Ilustrasi/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Kendati tercatat masih mengalami penguatan pada bulan pertama di 2018, harga bijih besi cenderung bergerak bearish sepanjang tahun ini, seiring dengan proyeksi peningkatan produksi yang menyebabkan surplus suplai global.

Pada penutupan perdagangan Jumat (26/1/2018), harga bijih besi kadar 62% di bursa Dalian kontrak teraktif Mei 2018 menetap di level US$74,50 per ton, rebound dari pelemahan dua sesi berturut –turut pada perdagangan sebelumnya. Secara year to date (ytd), harga masih tercatat tumbuh hingga 2,05%.

Tahun lalu, harga bijih besi mampu tumbuh hingga lebih dari 20%, sementara pada 2016, harga justru bisa melonjak hingga 84,18% year on year (yoy) lantaran mendapat dukungan stimulus dari pemerintah China terhadap produksi baja yang menaikkan sisi konsumsi bijih besi berkualitas tinggi.

Pada 2017, harga mengalami tren bullish seiring dengan permintaan yang kuat disertai pasokan yang terbatas.

Kendati demikian, memasuki 2018, banyak persepsi terkait prospek pasar bahan baku baja ini. Sebagian analis memprediksi pasar bijih besi akan mengalami bearish di tahun Anjing Tanah ini.

Menurut jejak pendapat Reuters, harga bijih besi pembuatan baja akan mengalami pelemahan 13% menjadi sekitar US$60 per ton di 2018. Pasalnya, harga mengalami tekanan seiring dengan melimpahnya pasokan di tengah ekspektasi melambatnya permintaan dari konsumen papan atas China.

Para analis mengatakan bahwa guncangan pada pasar baja bisa lebih terbatas daripada tahun lalu ketika kampanye tindakan keras dari Pemerintah Xi Jinping terhadap polusi dan pembatasan produksi baja mampu menaikkan harga baja dan mendorong reli sementara pada bijih besi.

Menurut jejak pendapat yang dilakukan terhadap 18 analis tersebut, harga bijih besi dengan kadar 62% untuk pengiriman ke pasar China rata–rata US$62 per ton pada 2018, turun dari rata–rata US$71 per ton pada tahun lalu.

“Sepanjang tahun, seiring dengan pertumbuhan pasokan bijih besi, terutama di China, Australia serta Brasil harus mempertimbangkan harga,” kata analis Commonwealth Bank of Australia Vivek Dhar.

Australia dan Brasil merupakan negara produsen bijih besi teratas dunia berdasarkan data World Bank. Negeri Kanguru tercatat berkontribusi hingga 40% dari total produksi global, sementara Brasil memproduksi hingga 21% dari total produksi bijih besi di dunia.

Adapun Negeri Panda menyerap sepertiga suplai bijih besi global dan memasok sekitar 50% baja di dunia, sehingga kinerjanya sangat berpengaruh terhadap pergerakan pasar komoditas tersebut.

Dhar memproyeksikan harga komoditas logam tersebut rata–rata akan mencapai US$55 per ton pada periode Oktober hingga Desember dan rata–rata US$60 pada sepanjang tahun 2018.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Eva Rianti
Sumber : Reuters

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper