Bisnis.com, JAKARTA – Harga logam industri dominasi mengalami koreksi lantaran ekspektasi melambatnya pertumbuhan ekonomi dan spekulasi bahwa kenaikan baru-baru ini terlampau tinggi.
Menurut penelitian BMI, harga logam industri akan terkonsolidasi karena ditandai adanya perlambatan pertumbuhan konsumsi logam China.
Perlambatan ini terjadi seiring dengan mendinginnya kegiatan konstruksi di Negeri Panda, seperti pembangunan jalan, jembatan, dan kereta bawah tanah.
“2018 akan memicu melemahnya pertumbuhan belanja infrastruktur layanan puiblik di China, upaya yang lebih ketat untuk mengekang spekulasi real estate,” katanya.
Selain faktor melambatnya pertumbuhan ekonomi, kenaikan harga yang terlampau tinggi juga memicu penekanan terhadap harga logam industri.
Seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (6/12/2017), harga logam industri mengalami peningkatan yang cukup signifikan sepanjang tahun ini. Mayoritas logam mengalami kenaikan hingga 20%.
Baca Juga
Tercatat Pada perdagangan Rabu (6/12/2017), harga aluminium di London Metal Exchange (LME) turun 17 poin atau 0,82% menjadi US$2.052 per ton. Sepanjang tahun berjalan (year to date/ ytd), harga tumbuh 21,20%.
Harga tembaga pada waktu yang sama merosot 283 poin atau 4,15% menuju US$6.543 per ton. secara ytd, harga 18,20%.
Sementara itu, harga seng turun 66 poin atau 2,08% menjadi US$3.112 per ton. Secara ytd harga tumbuh 20,81%.
Adapun logam timbal turun 7 poin atau 0,28% menjadi US$2.500 per ton. Secara ytd harga tumbuh 23,98%.
Harga nikel melesu 520 poin atau 4,57% menuju US$10.865 per ton. Sepanjang tahun berjalan harga naik 8,43%.
Sementara timah terpantau stabil di level US$19.525, namun, harga masih tekoreksi 7,57%. secara ytd.