Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas berisiko mengalami tekanan akibat penguatan dolar Amerika Serikat dan ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter dari Perdana Menteri terpilih Shinzo Abe.
Pada perdagangan Selasa (24/10) pukul 17:40 WIB, harga emas spot melemah 3,64 poin atau 0,28% menjadi US$1.278,63 per troy ounce. Sementara itu, harga emas Comex turun 1,6 poin atau 0,12% menuju level US$1.279,30 per troy ounce.
Tim analis Asia Trade Point Futures dalam publikasi risetnya berpendapat bahwa pelaku pasar kembali memburu aset lindung nilai seperti emas karena memanfaatkan absennya data ekonomi Amerika Serikat kemarin.
Kendati demikian, tim menuturkan, secara umum emas masih rawan terhadap tekanan seiring positifnya respon pelaku pasar terhadap kandidat calon Gubernur The Fed. Penunjukkan kandidat yang memiliki pandangan kebijakan moneter yang lebih hawkish akan mengangkat pergerakan dolar.
Selain itu, emas juga tertekan akibat rencana reformasi pajak pasca senat AS menyetujui resolusi anggaran untuk tahun fiskal 2018 yang mendorong kemungkingan Donald Trump menambahkan defisit sebesar 1,5 triliun dolar AS selama satu dekade.
“Adapun probabilitas kenaikan suku bunga pada Desember mendatang yang mendekati angka 100% tampaknya bisa memicu menguatnya mata uang USD dan berimbas negatif kepada harga emas,” tuturnya.
Baca Juga
Di samping itu, analis teknikal Forex.com Fawad Razaqzada berpendapat bahwa pekan baru ini dimulai secara positif untuk kenaikan dolar AS dan ekuitas AS sehingga harga emas jatuh lebih jauh.
“Harga emas juga mendapat tekanan dari ekspektasi bahwa kebijakan moneter Jepang yang sangat longgar akan dilakukan. Kemenangan Shinzo Abe pada akhir pekan mengangkat dolar. Bullion sangat sensitif,” katanya seperti dilansir Reuters, Selasa (24/10).