Bisnis.com, JAKARTA - Emiten baru yang akan segera melantai di Bursa Efek Indonesia, PT Emdeki Utama menargetkan pendapatan penjualan akan menembus Rp700 miliar pada 2019, setelah dua pabrik hilirisasi perseroan beroperasi.
Perusahaan yang bergerak di bidang produksi kalsium karbida tersebut menargetkan pencatatan sahamnya di Bursa Efek Indonesia sudah dapat dilakukan pada 20 September 2017. Hari ini, Senin (21/8/2017), perseroan sudah menggelar due diligence meeting dan public expose dalam rangka initial public offering/IPO tersebut.
Perseroan menargetkan serapan dana antara Rp Rp295 miliar hingga Rp400 miliar dari hasil melepas 500 juta saham baru, atau setara 25% modal disetor dan ditempatkan setelah IPO, dengan harga pelaksanaan di kisaran Rp590 hingga Rp800 per saham.
Sebesar 73,91% dari dana hasil IPO akan digunakan untuk belanja modal, antara lain sekitar 48,96% digunakan untuk membiayai pembangunan pabrik high-grade silica alloy dan 24,95% untuk membangun pabrik carbide desulphuriser.
Sementara itu, sekitar 13,41% akan dialokasikan untuk modal kerja kedua pabrik tersebut dan sisanya 12,68% bakal digunakan untuk modal kerja produksi kalsium karbida.
Francis S. Widjaja, CEO Yuanta Sekuritas Indonesia, selaku penjamin pelaksana emisi efek mengatakan bahwa tahun lalu perseroan membukukan pendapatan penjualan Rp340 miliar dan laba bersih Rp87 miliar.
Setelah IPO digelar, perseroan memproyeksikan pendapatan penjualan tahun ini akan mencapai Rp450 miliar dengan laba bersih Rp101 miliar. Sementara itu, tahun depan target pendapatan menjadi Rp458 miliar dengan laba bersih Rp106 miliar.
“Tahun 2019, setelah ekspansi produk hilir jadi, Emdeki targetkan penjualan Rp700 miliar dengan net profit Rp142 miliar,” katanya dalam acara due diligence meeting dan public expose, Senin (21/8/2017).
Kilambi Chakravarthi, Direktur Independen Emdeki Utama, mengatakan saat ini perseroan tengah melakukan studi kelayakan atas rencana pendirian dua pabrik baru tersebut. Setelah sukses menggelar IPO, perseroan baru akan merealisasikan rencana tersebut.
Pabrik carbide desulphuriser rencananya akan dibangun di Cilegon, Jawa Barat, di atas lahan sekitar 1 hektare hingga 2 hektare dengan kebutuhan investasi sekitar Rp100 miliar.
Sementara itu, pabrik high-grade silica alloy akan memanfaatkan lahan yang masih tersisa di pabrik kalsium karbida perseroan di Gresik, Jawa Timur. Masih ada lahan tersisa antara 7-8 hektare dari 14 hektare lahan di sana. Kebutuhan investasi pabrik ini sekitar Rp180 miliar.
Selama ini, baik produk silica alloy maupun carbide desulphuriser belum diproduksi di dalam negeri atau sepenuhnya masih import. Perseroan menargetkan setidaknya bisa mengganti porsi impor hingga 35% dari pabrik baru nanti. “Untuk tahap awal, kita akan bangun dengan kapasitas 6.500 hingga 7.500 ton per tahun,” katanya.