Bisnis.com, JAKARTA—Tingginya arus penawaran obligasi korporasi di pasar primer pada tahun ini diperkirakan telah meningkatkan intensitas perebutan dana investor di pasar modal dan berimbas pada tidak tercapainya target serapan dana sejumlah emiten.
I Made Adi Saputra, analis obligasi MNC Sekuritas, mengatakan gejala tidak tercapainya target serapan obligasi korporasi cukup banyak dialami oleh emiten yang menerbitkan obligasinya tahun ini, terutama dari kalangan swasta.
Menurutnya, tingginya penawaran baru obligasi di pasar primer sepanjang tahun ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut. Sepanjang tahun berjalan saja, Bursa Efek Indonesia mencatat total penerbitan obligasi dan sukuk sudah mencapai 52 emisi dari 42 emiten senilai Rp73,24 triliun.
Hal ini menyebabkan pasokan produk obligasi di pasar primer melimpah, sementara masih banyak faktor yang menahan ketersediaan likuiditas investor untuk menyerap semua penawaran yang ada. Di antaranya karena adanya kewajiban dari OJK kepada IKNB untuk menempatkan dananya pada proporsi tertentu di SBN dan juga BUMN penopang proyek infrastruktur.
“Hal ini menyebabkan adanya persaingan untuk memperebutkan dana di pasar primer, terutama bagi swasta, karena bagi swasta walaupun kupon mereka menarik tetapi investor IKNB lebih dahulu harus penuhi POJK,” katanya, Rabu (12/7/2017).
Di antara enam emisi obligasi yang baru mulai tercatat di BEI sejak Rabu (12/7/2017) pun kembali terdapat beberapa emiten yang tidak mencapai target awal penggalangan dananya.
Maybank Indonesia, misalnya, pada Sukuk Mudharabah Berkelanjutan II Tahap I/2017 untuk tenor 3 tahun yang semula ditargetkan mencapai Rp500 miliar akhirnya hanya terealisasi Rp266 miliar . Demikian pula dengan Obligasi Berkelanjutan II Tahap I/2017 yang semula targetnya Rp1 triliun hanya terealisasi Rp835 miliar.
Obligasi CSUL Finance juga sama, dari targetnya Rp500 miliar hanya terealisasi Rp325 miliar. CSUL Finance menawarkan kupon tinggi untuk seri obligasinya, yakni 9,75% untuk tenor setahun dan 10,5% untuk tenor tiga tahun.
Perusahaan lainnya, PT Bank Mandiri Taspen Pos hanya menyerap Rp2 triliun dari target semula Rp3 triliun.
Capaian penyerapan yang baik hanya dirasakan oleh BUMN. PT PLN (Persero) misalnya, berhasil menggalang dana sesuai targetnya, yakni Rp2 triliun, masing-masing dari penerbitan Obligasi Berkelanjutan II Tahap I/2017 senilai Rp1,6 triliun dan Sukuk Ijarah Berkelanjutan II Tahap I/2017 senilai Rp400 miliar.
Demikian juga dengan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. yang berhasil menggalang dana Rp3 triliun sesuai targetnya dalam penerbitan Obligasi Berkelanjutan I Tahap I/2017.
Wahyu Trenggono, Analis IBPA, menilai sejatinya likuiditas dana investor institusi masih cukup berlimpah, tetapi selama ini masih banyak terparkir di deposito. Selain itu, saat ini tengah marak bermunculan manajer investasi yang mengelola reksa dana, tetapi masih fokus pada reksa dana saham.
Menurutnya, investor-investor tersebut masih membutuhkan banyak instrumen investasi berupa obligasi korporasi, hanya saja perlu lebih didorong. Apalagi tingkat kupon yang ditawarkan perusahaan bahkan bisa mencapai 10-11% atau jauh lebih tinggi di atas bunga deposito.
“Jadi, saya agak kurang sependapat bila dikatakan sedang terjadi perebutan dana investor di pasar obligasi sekarang karena tadi, dana pensiun, asuransi dan manajer investasi itu masih butuh lebih besar pasar obligasi,” katanya.
Menurutnya, banyaknya obligasi korporasi yang tidak terserap penuh saat ini kemungkinan disebabkan karena pemasaran yang kurang optimal atau tingkat kupon yang tidak mencerminkan resiko riil dari industri emiten yang bersangkutan. Semakin tinggi perkiraan resiko yang dinilai investor, semakin tinggi pula tingkat kupon yang mereka minta.
Selain itu, faktor lainnya ialah karena edukasi yang masih kurang optimal di pasar modal yang mendorong instrumen obligasi korporasi sebagai alternative investasi unggulan. Hingga kini pun di Indonesia belum tersedia obligasi korporasi ritel yang dapat dimiliki oleh investor ritel, padahal hal itu sudah ramai di negara lain.