Bisnis.com, JAKARTA—Investor asing mulai meninggalkan pasar surat utang pemerintah Indonesia pada awal semester kedua tahun ini bersamaan dengan meningkatnya imbal hasil sejumlah surat utang global dari beberapa negara maju dan negara berkembang.
Data posisi kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) hingga 6 Juli 2017 menunjukkan posisi kepemilikan asing pada SBN kini berada di posisi 39,00% dari total SBN negara senilai Rp1.953,9 triliun. Posisi ini turun dibandingkan posisi akhir semester pertama lalu yang di angka 39,47%.
Pada pasar Surat Utang Negara (SUN), posisi asing sudah meninggalkan posisi puncaknya yang terus berada di atas 45% sepanjang Juni lalu dengan posisi tertinggi 45,4%.
Pada 6 Juli 2017, posisi asing dalam SUN sudah turun menjadi 44,91%. Pada Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pun porsi asing sudah meninggalkan posisi tertingginya bulan lalu pada 6,51% dan kini menjadi 6,32%.
I Made Adi Saputra, Analis Obligasi MNC Sekuritas, mengatakan saat ini yield surat utang global dari sejumlah negara, baik negara maju maupun berkembang, sudah mulai meningkat. Hal ini berdampak pula terhadap pasar surat utang Indonesia dan indikasi keluarnya sejumlah investor asing.
Menurutnya, efek peningkatan peringkat oleh Standard and Poor’s atas surat utang pemerintah Indonesia sudah difaktorkan oleh investor bahkan sejak tahun lalu, sehingga kini investor menanti sentimen positif berikutnya dari dalam negeri.
Baca Juga
Selama data-data ekonomi terbaru belum dirilis, faktor eksternal akan menjadi penentu kinerja surat utang Indonesia. Meski begitu, dirinya menilai pasar akan selektif memilih tenor surat utang pemerintah yang akan dilepas lebih dahulu, atau tidak serta-merta di semua tenor.
“Kecenderungan memang tenor panjang yang kena koreksi duluan dan memang dalam dua hari ini tenor panjang yang banyak doreksi duluan yakni 25 basis poin. Tenor pendek ada kecenderungan kenaikan yield, tetapi dari sisi harga tidak terlalu besar karena tidak terlalu sensitif pada folatilitas,” katanya pada Bisnis melalui sambungan telepon, Jumat (7/7/2017).
Menurutnya, lelang SBSN pekan lalu belum benar-benar mencerminkan kondisi riil dari pasar surat utang Indonesia sebab mood investor masih terbawa suasana liburan lebaran.
Total penarawan pada lelang tersebut memang menjadi yang terendah sepanjang tahun ini, yakni Rp7,82 triliun, dengan permintaan yield yang relatif tinggi dibandingkan lelang sebelumnya. Realisasi penyerapan oleh pemerintah pun menjadi yang terendah sepanjang tahun ini, hanya Rp1,66 triliun.
Namun, lelang SUN pada Selasa (11/7/2017) mendatang akan benar-benar mencerminkan kondisi riil dari pasar surat utang Indonesia, apakah investor saat ini masih cukup percaya diri atau justru ragu untuk menempatkan investasinya pada SBN.
Hal tersebut akan terlihat dari besarnya penawaran dan yield yang masuk. Semakin tinggi penawaran dengan yield yang kompetitif artinya semakin percaya diri, demikian pun sebaliknya.
“Yang pasti untuk ini harus siap antisipasi adanya koreksi untuk sepekan ke depan. Sinyal pertama akan terlihat dari hasil lelang SUN,” katanya.
Handy Yunianto, Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, mengatakan lelang SBSN pekan lalu sedikit sudah mulai terpengaruh oleh sentimen global bond sell off dalam beberapa pekan terakhir seiring pula adanya pernyataan ECB akan melakukan pengetatan.
Pada 6 Juli 2017, dua surat utang yang menjadi indikator pasar, yakni US Treasury dan Germand Bund mengalami peningkatan cukup tinggi.
Berdasarkan data IBPA, yield US Treasury untuk tenor 10 tahun ditutup pada 2,37%, atau tumbuh 1,5%. Ini menjadi level tertingginya sejak 11 Mei 2017. Demikian pula untuk Germand Bund tenor 10 tahun ditutup pada 0,56%. Posisi ini meningkat 18,86%.
Handy mengatakan, permintaan terhadap SBN di masa mendatang masih berpotensi meningkat dengan catatan pemerintah mampu menjaga data-data ekonomi dalam negeri pada posisi yang baik. Lagi pula, faktor utama bulan puasa dan lebaran menjadi pemengaruh dari rendahnya penawaran dua lelang SBSN terakhir.
Peningkatan inflasi yang relatif rendah pada lebaran lalu menjadi indikasi positif yang memberi kepercayaan terhadap kinerja pemerintah, sehingga bisa diharapkan investor domestik dan asing masih akan tetap meminati surat utang pemerintah.
BI juga diperkirakan tidak akan menaikkan suku bunganya sehingga masih akan mendukung penerbitan surat utang pemerintah berikutnya.