Bisnis.com, JAKARTA—PT Surya Semesta Internusa Tbk. belum mendapat kepastian persetujuan pemegang saham atas rencana divestasi unit usaha jalan tol Cikopo—Palimanan milik perseroan kepada PT Astratel Nusantara.
Ketidakpastian tersebut lantaran rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) yang digelar emiten dengan ticker SSIA ini pada Rabu (22/3) tidak mencapai kuorum yang dipersyaratkan bagi pengambilan keputusan divestasi, yakni 75%.
Rapat sempat lama tertunda karena perseroan menunggu kehadiran pemegang saham lainnya. Namun, jumlah pemegang saham yang hadir tidak kunjung memenuhi kuorum sehingga direksi memutuskan menunda rapat pengambilan keputusan.
“Pengambilan keputusan tidak jadi dilakukan karena kita butuhnya 75% pemegang saham hadir, tetapi kita tidak meraih 75% tersebut hari ini. Kita akan adakan rapat lagi kira-kira sepuluh hari dari sekarang,” kata Erlin Budiman, Head of Investor Relations Surya Semesta Internusa, Rabu (22/3/2017).
Erlin mengatakan, rapat tersebut sangat menentukan bagi rencana-rencana perseroan tahun ini. Sebelum pengambilan keputusan atas rencana divestasi tersebut dilakukan, perseroan belum bisa secara pasti mengukur tingkat pertumbuhan bisnis perseroan tahun ini.
Perseroan sudah menandatangani perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) bersyarat dengan Astratel Nusantara, anak usaha PT Astra International Tbk, pada Januari lalu. Pada prinsipnya, Astratel sudah siap mengambil alih 60% saham perseroan pada PT Baskhara Utama Sedaya (BUS), tinggal menunggu persetujuan pemegang saham SSIA.
Adapun, BUS merupakan pemegang 45% saham di PT Lintas Marga Sedaya (LMS) yang adalah operator jalan tol Cikopo—Palimanan. Pemegang saham utama LMS adalah Pluss Expressway Bhd, anak usaha UEM Group, operator jalan tol terbesar di Malaysia.
Saham SSIA pada BUS dimiliki dua anak usahanya, masing-masing PT Karsa Sedaya Sejahtera (KSS) sebanyak 45,62% dan PT Nusa Raya Cipta Tbk. (NRCA) sebanyak 14,38%. SSIA akan mengantongi Rp2,56 triliun dari transaksi itu, masing-masing Rp2,34 triliun dari KSS dan Rp233 miliar dari NRCA.
Erlin mengatakan, dari transaksi itu, SSIA sedikitnya akan mengantongi nilai kas bersih Rp1,9 triliun. Dana tersebut akan mendongkrak kinerja keuangan perseroan tahun ini dan membantu pendanaan sejumlah aksi korporasi.
Seturut perjanjian dengan Astratel, sebesar 15% atau sekitar Rp384 miliar dari nilai transaksi akan dicairkan semester pertama tahun ini, selebihnya tahun depan. Dana transaksi tersebut akan mendukung kebutuhan belanja modal perseroan tahun ini yang mencapai Rp1,5 trilliun.
Perseroan memiliki utang obligasi yang akan jatuh tempo pada November mendatang senilai Rp550 miliar. Dana hasil divestasi tersebut memungkinkan perseroan untuk melunasi utang tersebut, meskipun perseroan tetap menimbang opsi refinancing.
Perseroan juga berencana mengakuisisi 500 hektar lahan di Subang, Jawa Barat, tahun ini, setelah berhasil membebaskan sekitar 513 hektar dalam dua tahun terakhir. Sedikitnya, dibutuhkan dana Rp750 miliar untuk belanja lahan tahun ini serta Rp800 miliar untuk pengembangan infrastrukturnya mulai tahun depan.
Saat ini, posisi kas perseroan sekitar Rp1,5 triliun. Tahun lalu, perseroan sudah mengantongi Rp900 miliar dari penerbitan obligasi denominasi rupiah untuk belanja lahan di Subang.
Selain itu, perseroan berencana memulai proyek jangka panjang pengembangan kompleks Gran Melia, Kuningan, Jakarta seluas 2,3 hektar. Proyek tersebut mencakup renovasi hotel Gran Melia, pembangunan menara kantor dan apartemen service senilai Rp10 triliun hingga 2024 nanti.
Erlin mengatakan, divestasi bisnis tol akan sangat membantu perseroan untuk merealisasikan rencana-rencana tersebut. Apalagi, sejak beroperasi pada 2015 lalu, tol Cipali masih menyumbang rugi bagi perseroan. Per Sepertember 2016, rugi dari tol Cipali mencapai Rp65,6 miliar.