Bisnis.com, JAKARTA – PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. (HMSP) mengantongi laba yang dapat diatribusikan ke entitas induk sebesar Rp12,76 triliun sepanjang 2016. Pencapaian tersebut naik 23,15% dibandingkan pada 2015 yang hanya mencatatkan Rp10,36 triliun.
Dalam laporan keuangan perseroan yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia pada, Senin (6/3/2017) menunjukkan moncernya pencapaian laba tersebut didorong oleh meningkatnya penjualan bersih sebesar 7,18% menjadi Rp95,47 triliun pada 2016, dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya mencatatkan Rp89,07 triliun.
Meskipun demikian, beban pokok penjualan sepanjang 2016 juga turut terkerek sebesar 6,39% dari Rp67,30 triliun pada 2015 menjadi Rp71,61 triliun. Namun, laju peningkatan beban pokok penjualan belum terlalu kuat sehingga laba kotor masih bisa bertumbuh 9,6% menjadi Rp23,85 triliun pada 2016.
Akhirnya, perseroan sukses membukukan laba yang dapat diatribusikan ke entitas induk sebesar Rp12,76 triliun sepanjang 2016. Pencapaian tersebut naik 23,15% dibandingkan pada 2015 yang hanya mencatatkan Rp10,36 triliun.
Dalam laporan tersebut juga disebutkan bahwa anak usaha perseroan yakni PT Sampoerna Indonesia Sembilan (SIS) memenangkan banding dalam pengadilan pajak. Hanya saja, manajemen HMSP mengungkapkan hingga tanggal laporan keuangan konsolidasi tersebut, SIS belum meneima pengembalian pembayaran pajak atas keputusan pengadilan pajak tersebut.
Pada Februari dan Maret 2016 menerima surat ketetapan Kepabeaan dan Cukai periode 1 Januari 2013 sampai dengan 31 Juli 2015 sebesar Rp25,7 miliar. SIS telah membayar seluruh ketetapan tersebut dan membukukan sebesar Rp19 miliar sebagai biaya dalam laporan laba rugi konsolidasian tahun 2016.
SIS mengajukan banding sebesar Rp6,7 miliar kepada Pengadilan Pajak pada April 2016. Pada Februari 2017, pengadilan pajak telah menerbitkan Surat Keputusan Pajak dan mengabulkan seluruh permohonan banding SIS.
“Sampai tanggal laporan keuangan konsolidasian ini, SIS belum menerima pengembalian pembayaran pajak atas keputusan Pengadilan Pajak tersebut,” tulis perseroan dalam laporan tersebut.
Di sisi lain, dalam laporan keuangan Philip Morris International Inc. (PMI) –HMSP merupakan afiliasi dari PMI—yang dipulikasikan pada awal Februari 2017, disebutkan pangsa pasar perseroan sepanjang tahun lalu di semua segmen untuk pasar Indonesia memang mengalami penurunan secara year-on-year (y-o-y).
Sigaret Kretek Tangan (SKT) misalnya, pangsa pasar menjadi 37,3% dari tahun sebelumnya yang sebesar 37,7%. Untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM), pangsa pasar juga mengalami penurunan dari 29,7% pada 2015 menjadi 28,9% pada tahun lalu. Sementara, Sigaret Putih Mesin (SPM), pangsa pasar juga tergerus menjadi 79,5% dari tahun sebelumnya sebesar 80,3%.
Namun, jika dilihat pada kinerja kuartal IV/2016, pangsa pasar SPM secara y-o-y tergerus paling dalam dengan penurunan menjadi 76,3% dari 80,6%. Sementara, SKT tergerus tipis dari 38,9% pada 2015 menjadi 37,8% pada tahun lalu. Uniknya, segmen SKM justru mengalami pertumbuhan tipis menjadi 29% dari sebelumnya 28,5%.
Senada, total pangsa pasar di Indonesia, segmen SKM menjadi satu-satunya segmen yang mengalami pertumbuhan pada kuartal IV/2016 secara y-o-y menjadi 76,2% dari sebelumnya 74,8%. Sementara segmen SKT tergerus menjadi 18,2% dan segmen SPM tergerus menjadi 5,6%.