Bisnis.com, JAKARTA - Meski pertumbuhan ekonomi domestik pada paruh pertama tahun ini mencapai 5,18%, tampaknya belum mampu mendorong moncernya kinerja emiten tekstil.
Rerata laba bersih yang berhasil dikumpulkan emiten tekstil pada semester I/2016 masih tertekan. Namun, delapan dari 15 emiten tekstil berhasil mencapai kenaikan pendapatan bervariasi hingga 30%.
Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) Iwan Setiawan Lukminto mengatakan industri tekstil terbilang luas. Ada industri yang meningkat, tak sedikit pula yang tertekan.
"Sektor kami SRIL masih baik dan ada kenaikan. API memang mendesak tarif listrikuntuk diperhatikan untuk pelanggan-pelanggan lama juga," ujarnya saat dihubungi Bisnis.com, Selasa (9/8/2016).
Sekretaris Perusahaan Sritex Welly Salam, mengaku optimistis kinerja perseroan tahun ini sejalan dengan target yang ditetapkan. Penjualan tahun ini ditargetkan dapat meningkat 5%-8% menjadi sekitar US$680 juta.
Manajemen bersandi saham SRIL itu telah memastikan kontrak hingga akhir tahun. Untuk garmen pakaian militer, dia optimistis bakal mengantongi kontrak tahun depan lantaran tingkat kemenangan perseroan dalam tender mencapai 90%.
"Secara keseluruhan target penjualan naik 5%-8%, semester I saja sudah 56% dari total target penjualan," kata dia.
Perseroan membidik setidaknya tiga negara baru tujuan ekspor. Perusahaan milik mendiang H.M. Lukminto itu juga menggenjot permintaan dari negara-negara eksisting.
Pada tahun ini, manajemen Sri Rejeki Isman mengalokasikan anggaran belanja modal senilai US$50 juta. Belanja modal tersebut susut 37,5% dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai US$80 juta.
Penurunan Capex tahun ini terjadi gradual setelah perseroan melakukan percepatan investasi pada 2014 dari target awal US$55 juta, menjadi US$134 juta. Tahun lalu, perseroan juga menganggarkan dana US$104 juta, berkurang menjadi US$80 juta.
Anggaran belanja modal tahun ini sebesar US$50 juta, katanya, bakal digunakan untuk finishing dan perbaikan. Sisanya, sebagian kecil dana akan digunakan untuk garmen.
Pada paruh pertama tahun ini, SRIL mengantongi laba bersih US$32 juta atau meningkat 6,35% dari tahun sebelumnya US$30,09 juta. Sedangkan, penjualan SRIL naik 2,45% dari US$362 juta menjadi US$371 juta.
Pada kesempatan berbeda, Sekretaris Perusahaan PT Pan Brothers Tbk. (PBRX) Iswar Deni menuturkan kinerja perseroan bakal mencapai puncaknya pada paruh kedua tahun ini. Perseroan tidak memiliki beban listrik lantaran tidak membagi jam kerja selama 24 jam.
Menurut dia, listrik hanya berkontribusi sekitar 1% dari total biaya di industri garmen. Sedangkan, industri tekstil dan serat diperkirakan jauh lebih tertekan.
"Daya saing lemah karena kita terlalu terlambat berinvestasi di sana. Perbankan Indonesia menganggap industri tekstil sudah sunset, makannya bank tidak mengucurkan dana ke industri teksil," paparnya.
Dia menilai, dukungan pemerintah pada sektor tekstil sedikit terlambat. Tantangan terbesar harus dihadapi perusahaan tekstil lantaran terus naiknya teknologi dan harga mesin-mesin.
Wakil Presiden Direktur Pan Brothers Anne Patricia Sutanto pada kesempatan lain mengatakan hingga paruh pertama tahun ini, produksi tekstil dan garmen perseroan telah mencapai 45% dari total target sepanjang tahun. Hingga Desember 2016, total produksi diproyeksikan mencapai 90 juta potong.
"Kami tidak ada rencana aksi anorganik karena baru mengakuisisi perusahaan pada Februari lalu. Kapasitas produksi jadi bertambah 9 juta potong per tahun dari garmen pabrik baru," kata dia belum lama ini.
Meski belum merilis laporan keuangan tengah tahunan, emiten bersandi saham PBRX itu optimistis akan meraup target periode ini. Anggaran belanja modal (capital expenditure/Capex) telah terserap lebih dari 60% dari total US$25 juta.
Terpisah, Sekretaris Perusahaan PT Eratex Djaja Tbk. (ERTX) Juliarti Pudji Kurniawati, menilai pihaknya tidak bisa mewakili industri benang dan kain karena memiliki perbedaan beban. Sebagai perusahaan garmen, dia mengakui perseroan tidak terlalu banyak menggunakan listrik.
"Pemakaian listrik tidak terlalu tinggi, kalau benang dan kain akan membutuhkan daya listrik yang tinggi. Listrik akan berpengaruh kalau mempunyai night shift," kata dia.
Dia juga menegaskan kebutuhan listrik di industri garmen hanya mencapai 2%-3% dari total biaya produksi. Saat bersamaan, ERTX tidak memproduksi garmen untuk memenuhi pasar lokal, lemahnya daya saing tidak dirasakan perseroan.
Perseroan memiliki startegi tahun ini seiring dengan peningkatan permintaan produksi jeans akibat pengalihan pesanan dari China dan Jepang. Tantangannya, perseroan harus bersaing dengan produksi garmen asal Afrika dengan pasar Amerika Serikat.
Berikut tabel lengkap kinerja emiten tekstil semester I-2016:
(US$ juta)
Ticker | Laba bersih | ||
2015 | 2016 | Pertumbuhan (%) | |
ADMG | -8.63 | -19.47 | 125.61 |
ARGO | -8.8 | -7.13 | (18.98) |
ERTX | 1.98 | 0.92 | (53.54) |
ESTI | -1.81 | 4.34 | n/a |
HDTX* | -205.69 | -116.82 | (43.21) |
INDR | 1.4 | 0.31 | (77.86) |
MYTX* | -49.77 | -83.11 | 66.99 |
POLY | -8.61 | -19.89 | 131.01 |
RICY* | 3.99 | 6.18 | 54.89 |
SRIL | 30.09 | 32 | 6.35 |
SSTM* | -15.67 | -5.87 | (62.54) |
STAR* | 1.21 | 0.45 | (62.81) |
TFCO | -3.5 | 5.01 | n/a |
TRIS* | 11.44 | 17.55 | 53.41 |
UNIT* | -3.61 | 13.89 | n/a |
Keterangan: *= dalam miliaran rupiah.
Sumber: Laporan keuangan perseroan,diolah.