Bisnis.com, JAKARTAv- Langkah Inggris keluar dari Uni Eropa diperkirakan bakal makin menekan pasar obligasi Eropa yang sudah lesu setidaknya sejak awal tahun.
Berdasarkan survei yang dilakukan Bloomberg, lebih dari sepertiga pelaku pasar memproyeksi tidak akan ada emisi obligasi pekan depan, yang pertama dalam tahun ini. Selain itu, 81% di antaranya mengatakan nilai serapannya tidak akan mencapai 5 miliar euro atau US$5,6 miliar, termasuk surat utang negara.
Olivier Becker, fund manager di Oddo Meritsen Asset Management SA, menyatakan negara dengan rating yang lebih rendah bahkan bisa terkena dampaknya selama dua bulan.
“Tidak pernah ada emisi obligasi dengan yield tinggi ketika pasar volatil seperti sekarang. Saya tidak mengharapkan adanya penerbitan baru hingga September,” paparnya seperti dilansir Bloomberg, Sabtu (25/6/2016).
Sebelum Brexit terjadi, nilai serapan obligasi di Benua Biru sudah rendah. Nilai penerbitan surat utang berdenominasi euro pekan ini merupakan yang terendah sejak Februari. Walaupun sudah ada stimulus dari European Central Bank (ECB), tapi sejak awal tahun nilainya tetap mengalami penurunan 7%.
Andrew Wilmont dari Neuberger Berman juga mengatakan hal serupa. “Kemungkinan tidak akan ada penerbitan baru dalam beberapa minggu ke depan sampai ada stabilitas. Investasi akan tertahan,” tukasnya.
Mayoritas warga Inggris Raya telah memilih keluar dari Uni Eropa (UE) pada 23 Juni 2016. Hasil ini mengejutkan pasar dan menimbulkan kekhawatiran mengenai stabilitas politik serta perlambatan ekonomi.
Sebelum referendum, Bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) dan IMF sudah menyampaikan bahwa keluar dari UE akan mengganggu pertumbuhan ekonomi dan perdagangan, tidak hanya di Inggris tapi juga di wilayah Eropa lainnya.