Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sritex Klaim Investor Buru Obligasi US$350 Juta

Emiten tekstil dan garmen PT Sri Rejeki Isman Tbk. mengklaim permintaan surat utang global senilai US$350 juta setara dengan Rp4,65 triliun terbilang tinggi.
Ilustrasi/JIBI-Maulana Surya
Ilustrasi/JIBI-Maulana Surya

Bisnis.com, JAKARTA--Emiten tekstil dan garmen PT Sri Rejeki Isman Tbk. mengklaim permintaan surat utang global senilai US$350 juta setara dengan Rp4,65 triliun terbilang tinggi.

Direktur Utama Sritex Iwan Setiawan Lukminto menuturkan perseroan tidak memangkas jumlah emisi obligasi global dari rencana awal maksimum US$420 juta. Nilai maksimum itu merupakan jumlah yang direstui oleh rapat umum pemegang saham (RUPST) tahun lalu.

"Tidak diturunkan, kami diberi izin sampai nilai tersebut. Posisi kami lebih baik. [permintaan] Sangat tinggi," katanya saat dihubungi Bisnis.com, Kamis (9/6/2016).

Penerbitan surat utang pada 7 Juni 2016 itu dilakukan oleh anak usaha perseroan, Golden Legacy Pte. Ltd., senilai US$350 juta dengan kupon dipatok 8,25%. Obligasi itu akan jatuh tempo pada 2021 dengan pembayaran bunga setiap enam bulan dan pembayaran perdana pada 7 Desember 2016.

Surat utang tersebut dijamin oleh emiten bersandi saham SRIL dan juga anak usaha lainnya, PT Sinar Pantja Djaja. Selain itu, global bonds juga dijamin dengan saham yang dimiliki perseroan pada Golden Legacy dan Golden Montain Textile adn Trading Pte. Ltd.

Dana hasil emisi obligasi global itu telah digunakan untuk menebus surat utang 2014 senilai US$270 juta dengan bunga 9% yang jatuh tempo pada 2019. Penebusan dilakukan melalui penawaran tender senilai US$180,2 juta.

Setelah melakukan buyback global bonds, penerbit akan menggunakan sisa dana untuk disalurkan kepada Golden Mountain dalam pemesanan saham tambahan di dalam struktur modal Golden Montain. Penerbit juga akan memberikan pinjaman dengan nilai US$225,17 juta kepada Golden Mountain.

Pinjaman tersebut bakal digunakan untuk membayar pinjaman modal kerja. Sisanya, digunakan bagi kebutuhan perusahaan secara umum untuk kegiatan usaha.

Memang, pada awal Februari lalu, Iwan membatalkan rencana emisi obligasi global senilai US$420 juta untuk pembangunan power plant. Emiten bersandi SRIL itu tadinya akan menggunakan dana obligasi untuk pembangunan pembangkit listrik.

Rencana emisi obligasi global itu telah mendapatkan restu dari rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada September 2015. Manajemen diperbolehkan menerbitkan surat utang global senilai US$420 juta, termasuk untuk refinancing, hingga Agustus 2016.

Hasira De Silva, Direktur Fitch Ratings Singapore Pte. Ltd., telah menetapkan peringkat jangka panjang Sri Rejeki Isman atau Sritex pada level BB- dengan outlook stabil. Peringkat nasional jangka panjang Sritex juga ditingkatkan menjadi A+ dari sebelumnya pada level A dengan outlook stabil.

"Peringkat Sritex pada BB- mencerminkan arus kas operasi yang kuat, didukung oleh basis biaya yang rendah," katanya dalam keterangan resmi.

Dia menyebutkan, pertumbuhan produk campuran dengan margin yang tinggi, belanja modal yang terbilang memuaskan, dan meningkatnya skala operasi, serta lindung nilai pada pendapatan berdenominasi dolar Amerika Serikat, membuat keuangan perseroan semakin kokoh.

Peningkatan peringkat Sritex secara nasional mencerminkan menguatnya profil kredit, lantaran arus kas yang menguat setelah rampungnya ekspansi kapasitas perseroan pada tahun ini. Diprediksikan, leverage utang bersih terhadap EBITDA SRIL kurang dari 3 kali dari tahun lalu 3,2 kali.

Terpisah, Vice President and Senior Analyst Moody's Investors Service Brian Grieser, menuturkan pihaknya telah menegaskan peringkat SRIL di level B1 untuk penerbitan obligasi global senilai US$350 juta dengan kupon 8,25%. Peringkat perusahaan Sritex berada di level B1 dengan prospek positif.

"Keberhasilan penyelesaian tender dan penerbitan global bonds Sritex memperpanjang profil jatuh tempo utang dan likuiditas tanpa berdampak material terhadap leverage," tuturnya.

Akuntino Mandhany, Investment Specialist PT BNI Asset Management, menilai penerbitan obligasi global Sritex sejalan dengan pendapatan perseroan yang mayoritas dalam dolar AS. Kupon yang dipatok terbilang tinggi lantaran peringkat yang diberikan oleh dua lembaga ratings berada di bawah level investment grade.

"Dolar AS pun ada risiko mata uang, tetapi sudah natural hedging. Biaya global bonds dolar AS tapi pendapatan juga dalam dolar," tuturnya.

Meski peringkat SRIL di bawah investmen grade, industri tekstil yang dinilai tengah memasuki periode sunset itu justru berhasil disiasati manajemen dengan memasuki pasar ekspor pakaian militer.

Akan tetapi, bagi investor dalam negeri, pembelian global bonds SRIL akan merugikan lantaran kemungkinan akan menguatnya nilai tukar rupiah seiring kemungkinan tertundanya penaikkan suku bunga oleh Federal Reserve.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper