Bisnis.com, JAKARTA – Pelemahan harga timah kontrak September 2016 berlanjut pada penutupan perdagangan hari ini, Jumat (20/5/2016).
Komoditas logam tersebut dibuka dengan pelemahan sebesar 0,22% atau 230 poin di harga 106,44 yuan per metrik ton pada awal perdagangan dan kembali turun meski tipis sebesar 0,09% atau 100 poin ke harga 106,57 yuan per metrik ton pada penutupan perdagangan.
Harga timah ditutup melemah pada perdagangan ke-3 hari ini setelah mengalami penguatan terakhir sebesar 0,24% atau 260 poin ke 108,10 yuan per metrik ton pada penutupan perdagangan Selasa (17/5/2016).
Pelemahan harga timah di Shanghai Futures Exchange sejalan dengan surutnya optimisme pasar akan prospek pertumbuhan di China serta kekhawatiran terhadap penaikan tingkat suku bunga AS.
Optimisme investor atas data ekonomi China yang kuat pada Maret telah secara pesat menyurut dengan tanda-tanda hilangnya momentum pemulihan pada April serta kekhawatiran bahwa pembuat kebijakan mungkin akan mengambil sikap lebih waspada untuk stimulus lebih lanjut sejalan dengan melambungnya hutang.
Dari dalam negeri, produksi timah Indonesia, sebagai eksportir terbesar dunia, diperkirakan merosot ke level terendah dalam 14 tahun terakhir seiring dengan lesunya harga komoditas dan langkah pemerintah membatasi aktivitas pertambangan.
Meskipun demikian, kondisi tersebut tidak serta merta menaikkan harga, karena fundamental permintaan belum menunjukkan kenaikan.
Biro Statistik Logam Dunia menyampaikan produksi timah di Indonesia pada tahun ini bisa merosot ke level 60.000 ton. Angka tersebut turun 10,91% dari 2015 sebesar 67.350 ton dan menjadi level terendah sejak 2002 sejumlah 58.794 ton.
Peter Kettle, Research Manager Industry Group ITRI, menuturkan berbagai peraturan baru sejak Agustus 2013 membuat pabrik pengolahan atau smelter kesulitan melakukan produksi. Pemerintah telah melakukan pembatasan output, memperketat pajak, dan mewajibkan timah ekspor diperdagangkan di bursa lokal sebelum pengiriman.
Sementara itu, Sekretaris PT Timah Tbk., Agung Nugroho menuturkan cukup sulit memproduksi timah bila harga di bawah US$17.000 per ton.
Wu Xiaofeng, Analyst SMM Information & Technology Co., menyampaikan, pemotongan pasokan timah dari Indonesia tentunya mendukung harga, meskipun tren produksi sudah menurun dalam beberapa tahun terakhir.
"Faktor fundamental pasokan dan permintaan global biasanya diimbangi dengan sedikit pengetatan. Namun, pasar belum melihat pemotongan pasokan utama dari China dan Myanmar, sedangkan permintaan belum naik signifikan. Jadi, sentimen ini dampaknya akan terbatas," ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (19/5).
Pergerakan harga timah kontrak September 2016 di Shanghai Futures Exchange:
Tanggal | CNY/MT | Naik/Turun |
20/5/2016 | 106,57 | -0,09% |
19/5/2016 | 106,67 | -0,99% |
18/5/2016 | 107,74 | -0,33% |
17/5/2016 | 108,10 | +0,24% |
16/5/2016 | 107,84 | -0,46% |
Sumber: Bloomberg