Bisnis.com, JAKARTA - Penjualan lahan industri sepanjang tahun lalu melandai. Namun, di antara sejumlah pengelola lahan industri, ada emiten yang berhasil mencatatkan anomali.
Colliers International melaporkan penjualan lahan industri sepanjang tahun lalu mencapai 347,5 hektare, setara 79% dari realisasi pada 2014. Salah satu penyebabnya adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional yang pada 2015 tercatat 4,79%.
Namun, tak dinyana, dalam kelesuan tersebut, PT Puradelta Lestari Tbk. justru mampu lepas dari kesuraman industri. Perusahaan berkode saham DMAS itu sukses menjual 90 hektare lahan, jumlah terbesar di antara para pesaingnya di kawasan industri Cikarang.
PT SAIC General Motors Wuling (SGMW) menyumbang andil besar dalam realisasi penjualan lahan Puradelta pada tahun lalu. Tak tanggung tanggung, raksasa otomotif asal China itu memborong 60 hektare lahan di Greendland International Industrial Center (GIIC), kawasan industri yang dikelola Puradelta.
Per 30 September 2015, DMAS berhasil membukukan marketing sales sekitar 90 hektare, mewakili hampir 90% dari target total marketing sales pada tahun lalu.
Menurut laporan PT Pefindo Riset dan Konsultasi, hal ini menunjukkan bahwa kinerja DMAS tersebut terbukti lebih moncer dibandingkan dengan rata-rata pencapaian pesaing yang hanya sekitar 60%.
Puradelta tidak hanya sukses menjual lahan, tetapi juga berhasil mengundang pelaku industri otomotif untuk terus menanamkan modal di Indonesia. Perlu diketahui, investasi di sektor otomotif mengalami kemerosotan sejak 2012.
Data Colliers menunjukkan, pada 2012 pembelian lahan industri oleh sektor otomotif mencapai 360 hektare, atau 54,8% dari total penjualan lahan sebanyak 636,4 hektare.
Setelah tiga tahun berselang, porsi sektor otomotif dalam penjualan lahan industri ambles menjadi 26,56%. Memang, hal ini terjadi lantaran pasar otomotif yang stagnan dalam dua tahun terakhir.
Keputusan Wuling membeli lahan industri seolah memberi sinyal industri otomotif Indonesia masih menyimpan ruang untuk terus tumbuh.
Anthony Yunus, analis Nomura, mencatat di Indonesia baru ada 1.000 produsen komponen otomotif asal Jepang, 50% lebih sedikit dari pabrikan di Thailand. Ekspansi sektor otomotif diyakini akan membuat pabrikan komponen turut bedol desa ke GIIC.
"Pemasok komponen otomotif secara alamiah akan mendirikan pabrik di dekat prinsipal [otomotif], ini akan memberikan manfaat ke Puradelta dan kawasan industri di sekitarnya," tulis Anthony.
Di antara para pengelola industri, Puradelta memiliki keunggulan dari sisih cadangan lahan yang masih luas. "Pasokan lahan cukup Puradelta untuk mengakomodasi permintaan lahan dalam skala besar, berkisar 15--45 hektare," tulis Anthony dalam risetnya yang dirilis beberapa waktu lalu.
Tahun lalu, cadangan lahan Puradelta yang bisa dijual langsung ke investor mencapai 1.127 hektare dari luas izin lokasi 3.050 hektare. Cadangan lahan siap jual itu lebih tinggi 130% dari cadangan lahan yang dimiliki PT Lippo Cikarang Tbk.
Kemudian, luas cadangan lahan itu juga setara 420% lebih luas dari lahan yang dimiliki PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk. Cadangan lahan Puradelta hanya terpaut tipis dengan cadangan lahan PT Kawasan Industri Jababeka Tbk, yakni 30% lebih tinggi.
Anthony menjelaskan cadangan lahan yang luas menjadi nilai tambah yang penting bagi pengembang lahan industri. Dia beralasan, cadangan lahan yang luas membuat investor lebih leluasa merancang dan menentukan lokasi pabrik sesuai kebutuhan.
HARGA KOMPETITIF
Selain cadangan lahan yang luas, Puradelta juga dinilai memiliki rentang harga jula lahan yang kompetitif. Alhasil, anak usaha Sinarmas Land ini punya ruang kenaikan harga pada masa mendatang.
Anthony memaparkan kisaran harga jual lahan industri Puradelta mencapai US$160 -US$195 per m2, lebih rendah dari para pesaingnya yang sudah membanderol harga jual di atas US$200 per m2.
Direktur Puradelta Tondy Suwanto mengatakan perseroan memang berencana menaikkan harga jual lahan di kisaran 10% - 15% tahun ini. Adapun, penjualan lahan ditargetkan mencapai 50 hektare - 60 hektare.
Dia menyebutkan sejumlah investor kini tengah menjajaki pembelian lahan di GIIC. "Sebagian besar dari industri otomotif dan turunannya," ujar Tondy kepada Bisnis.com.
Calon investor itu, menurut Tondy, kepincut membeli lahan karena ada peluang menjanjikan dari operasional pabrik Wuling Motor. Selain Wuling Motor, pada 2015, DMAS juga berhasil mendapat klien baru seperti Mitsubishi dan PT Oji Indo Makmur Perkasa.
Secara umum, pendapatan Puradelta tahun ini ditargetkan mencapai Rp1,5 triliun. Perseroan juga menyiapkan belanja modal sebesar Rp1 triliun untuk memperluas pembangunan infrastruktur kawasan dan properti investasi.
Potensi pendapatan usaha DMAS ke depan diperkirakan berasal dari peningkatan harga tanah yang disebabkan oleh pengembangan komersial, residensial, dan akses ke jalan tol baru untuk mendukung operasional pelaku industri di kawasan tersebut.
Didirikan pada 1993, DMAS telah mengembangkan Kota Deltamas yang meliputi tiga zona pengembangan, yaitu zona industri seluas 1.437 hektare, zona komersial 757 hektare, dan zona perumahan 856 hektare.
Di sisi lain, Pefindo Riset dan Konsutlasi memproyeksi paket stimulus yang diterbitkan pemerintah akan menjadi faktor kunci kinerja Puradelta pada tahun ini.
Dalam laporan yang terbit pada Februari 2016, Pefindo menilai kinerja Puradelta tetap positif dalam jangka menengah panjang, meskipun iklim investasi masih dilanda ketidakpastian.
Dalam 5 tahun terakhir, penanaman modal asing rata-rata tumbuh 24%, sedangkan penanaman modal domestik tumbuh 12%.
Kabar yang cukup menggembirakan telah berhembus. Per Februari 2016, komitmen investasi mengalami kenaikan 167% menjadi Rp355 triliun. Adapun, komitmen penanaman modal asing atau foreign direct investment (FDI) naik 218% menjadi Rp281 triliun.
Sebelumnya, BKPM merilis program kemudahan investasi langsung konstruksi (KILK) di 14 kawasan industri, termasuk kawasan GIIC.
Proses izin investasi melalui KLIK hanya berlangsung 3 jam di 14 kawasan indusri. Investor bisa memulai konstruksi setelah izin pembangunan disetujui.
BKPM mencatat sepanjang Februari 2016, ada tujuh perusahaan dengan nilai investasi mencapai Rp9,1 triliun dan menyerap 5.762 tenaga kerja langsung yang memanfaatkan layanan investasi tiga jam.
Selain itu, mengingat DMAS merupakan proyek hasil kerja sama dengan konglomerasi asal Jepang, Sojitz Corporation, maka potensi untuk menggaet investor asal Jepang, yang merupakan salah satu investor terbesar di Tanah Air, pun semakin terbuka lebar.
Saat ini, kepemilikan Sojitz di DMAS tercatat mencapai 22,5%. Sojitz merupakan konglomerasi Jepang yang bergerak di perdagangan umum, beroperasi di sembilan segmen bisnis, yakni otomotif, aerospace & IT, energi, logam dan batu bara, industri kimia, makanan dan agribinis, lifestyle commodities & materials, serta bisnis ritel.
Dari sisi harga saham, Nomura mematok target price DMAS pada level Rp300 per saham. Artinya, saham perusahaan yang IPO pada Mei 2015 ini memiliki upside potential 40% - 45% ke level tersebut. Pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, saham DMAS berada di level Rp206 per saham.