Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Strategi Sido Muncul: Ramuan Iklan Penguat Kinerja

Di antara produsen farmasi, PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. paling getol mengobral iklan. Namun, strategi tersebut tampaknya belum terlalu manjur untuk memacu kinerja perseroan hingga kuartal III tahun ini.
Ke depan, manajemen SIDO membidik pertumbuhan dari segmen jamu. /Bisnis.com
Ke depan, manajemen SIDO membidik pertumbuhan dari segmen jamu. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Di antara produsen farmasi, PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. paling getol mengobral iklan. Namun, strategi tersebut tampaknya belum terlalu manjur untuk memacu kinerja perseroan hingga kuartal III tahun ini.

Belum lepas dari ingatan bagaimana aktris sekaligus penyanyi Sophia Latjuba memperkenalkan istilah 'Orang Pintar Minum Tolak Angin'  untuk mempromosikan salah satu produk emiten berkode saham SIDO tersebut.

Kini tak terhitung lagi versi iklan obat masuk angin herbal itu yang pernah seliweran di televisi, dengan pendukung iklan yang beragam pula, seperti Rhenald Kasali, Agnes Monica, Dahlan Iskan, Nadine Chandrawinata, hingga Tina Talisa.

Sido Muncul baru-baru ini juga menggaet Manny Pacquiao, petinju profesional asal Filipina yang telah merebut tujuh kelas berbeda, sebagai pendukung iklan produk perseroan berlabel Tolak Angin.

Era Doni Kusuma dan Mbah Maridjan belum redup, iklan minuman energi Kuku Bima Energi diramaikan oleh Ade Rai, Judika, Iko Uwais, dan belakangan Cak Lontong serta pesepak bola Bambang Pamungkas dan Titus Bonai.

Itu baru dua produk. Belum lama ini, perusahaan milik Irwan Hidayat itu melempar Tolak Angin Care ke pasar.

Berlatar belakang lanskap Labuan Bajo, Oka Antara dan Prisia Nasution membujuk khalayak televisi tentang betapa pentingnya produk minyak angin aromaterapi itu dibawa serta dalam setiap perjalanan.

Langkah agresif Sido Muncul dalam beriklan sudah diambil jauh-jauh hari sebelum perusahaaan keluarga itu melantai di Bursa Efek Indonesia pada akhir 2013.

Sang pemilik, Irwan Hidayat, menganggap iklan sebagai elemen mahapenting. Performa Tolak Angin dan Kuku Bima Energi sebagai pemimpin pasar menurutnya tak lepas dari ramuan iklan yang terus disuntikkan ke publik.

Tolak Angin pada tahun lalu menguasai 75% pasar obat flu herbal, sedangkan Kuku Bima Energi memimpin pasar minuman berenergi dengan pangsa 60%, mengutip riset Philip Securities Indonesia.

Tak tanggung, SIDO membelanjakan sekitar 60% biaya penjualan dan pemasaran untuk beriklan dan berpromosi. Tahun lalu, Sido Muncul mengeluarkan Rp183,5 miliar atau 60,92% beban penjualan dan pemasaran untuk beriklan dan berpromosi.

Sepanjang Januari-September 2015, perusahaan yang berbasis di Semarang itu sudah menghabiskan Rp135,14 miliar atau 65,62% dari beban penjualan dan pemasaran.

Memang bukan angka yang besar jika disandingkan secara nominal dengan biaya iklan dan promosi PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) yang mencapai Rp1,48 triliun atau PT Tempo Scan Pacific Tbk. (TSPC) yang senilai Rp1,11 triliun tahun lalu. Namun, nilai itu hanya 31,69% dan 59,04% dari beban penjualan masing-masing perusahaan.

BELUM AMPUH

Kendati demikian, tampaknya strategi iklan yang kian gencar belum cukup ampuh untuk memacu kinerja perseroan. Apalagi, perseroan juga harus menghadapi kenyataan konsumsi masyarakat menurun sepanjang tahun ini.

Hal ini terlihat dari tren penjualan bersih yang diraih perseroan. Penjualan SIDO terus menurun dari Rp2,39 triliun pada 2012 menjadi Rp2,37 triliun pada 2013, dan Rp2,2 triliun pada tahun lalu.

Adapun hingga 30 September 2015, perseroan membukukan penjualan Rp1,65 triliun atau hanya 3,77% di atas pencapaian pada periode sama tahun lalu.

Laba pun relatif stagnan, yakni dari Rp387,54 miliar pada 2012 tumbuh 4,75% menjadi Rp405,94 miliar setahun kemudian. Pada 2014, bottom line perseroan hanya naik 2,28% menjadi Rp415,19 miliar.

Sementara itu, hingga bulan kesembilan 2015, perusahaan mengantongi laba Rp314,48 miliar, naik 3,67% dibandingkan dengan raihan pada periode sama tahun lalu.

Margin laba usaha dan laba bersih memang meningkat, tetapi tidak sekencang pertumbuhan margin laba kotor akibat belanja iklan yang tinggi.

Irwan dalam suatu perbincangan melalui telepon pada pekan lalu mengatakan manajemen sudah memperhitungkan keseimbangan antara beban untuk beriklan dengan perolehan laba. Sampai di mana, kita tidak tahu.

Rencana yang muncul ke permukaan adalah perusahaan akan melempar lagi tiga hingga lima produk baru pada tahun depan. Irwan tak mengelak soal kemungkinan belanja iklan yang lebih besar pada 2016.

Philip Securities Indonesia mengingatkan tentang kemungkinan berlanjutnya kurva mendatar laba bersih perseroan karena alokasi belanja iklan yang tinggi.

Apalagi, persaingan di pasar obat herbal yang kian sengit menyusul langkah produsen farmasi kimia untuk bermain di segmen yang sama. Hal ini berisiko menggerus pangsa Sido Muncul.

Dalam risetnya, analis Philip Securities Edward Lowis memproyeksikan pertumbuhan penjualan produk herbal SIDO pada tahun ini mencapai 15% secara tahunan yang mewakili 42,5% margin laba kotor. Namun, laba bersih akan tetap flat meskipun penjualan naik karena biaya promosi yang tinggi.

Adapun, menurut analis PT Mandiri Sekuritas Vanessa Ariati Tanuwijaya, raihan laba SIDO hingga kuartal III/2015 mencerminkan porsi 74% dari prediksi perusahaan sekuritas itu dan 77% dari prediksi konsensus.

Secara kuartalan, laba bersih SIDO turun 38% menjadi Rp80 miliar dari Rp128 miliar pada kuartal II/2015 karena perseroan mengalami kontraksi pendapatan dari seluruh segmen produk, seiring volume penjualan yang lemah pada periode Juli-Agustus 2015.

Manajemen SIDO, papar Vanessa dalam risetnya yang dirilis baru-baru ini, menjelaskan volume permintaan untuk segmen obat herbal melemah pada Juli-Agustus 2015 karena menghitung adanya early stock up pada musim Lebaran.

Kendati demikian, permintaan menjadi normal pada September 2015, yang sebagian didukung oleh keputusan SIDO untuk menaikkan harga jual 6%-7% per Oktober 2015.

Sementara itu, penurunan volume penjualan segmen makanan dan minuman terus berlanjut. SIDO sudah meluncurkan produk baru Kuku Bima siap minum untuk menghadapi minat pasar yang turun pada minuman berenergi serbuk.

Ke depan, manajemen SIDO membidik pertumbuhan dari segmen jamu. Hal ini untuk mendukung target pertumbuhan penjualan dan laba setelah pajak pada tahun ini masing-masing sebesar 3% secara tahunan.

Sementara itu, margin kotor diperkirakan meningkat 39%, margin EBIT dapat tumbuh di atas 20%, dan alokasi belanja iklan dan promosi dipatok maksimal 11% dari total penjualan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Rabu (4/11/2015)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper