Bisnis.com, MAMUJU— Paket kebijakan lanjutan Bank Indonesia belum mampu menjinakkan gejolak nilai tukar rupiah yang masih tertekan oleh dolar Amerika Serikat (AS).
Hal itu terlihat, sehari setelah pengumuman paket kebijakan moneter lanjutan, rupiah tidak mampu mempertahankan penguatan, terdepresiasi 0,26% atau 38 poin ke Rp14.691 per dolar AS pada penutupan perdagangan di pasar spot, Kamis (1/10/2015).
Padahal, saat pembukaan Bloomberg Dollar Index kemarin, rupiah menguat 25 poin atau 0,17% ke Rp14.628/US$. Kemudian sempat menguat 18 poin atau 0,12% ke Rp14.635/US$.
Adapun pada hari ini, Jumat (2/10/2015) rupiah dibuka melemah 9 poin atau 0,06% ke Rp14.700/US$, dan kian melemah 20,5 poin atau 0,14% ke Rp14.711/US$ pada pukul 09.52 WIB.
Sementara itu, nilai tukar rupiah berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) hari ini dipatok pada level Rp14.709/US$, melemah 55 poin atau 0,37% dari patokan sebelumnya.
Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo tak membantah bahwa efek kebijakan bank sentral tidak berdampak secara langsung terhadap nilai tukar. Menurutnya, rupiah sempat menguat pada pembukaan karena respons terhadap kondisi eksternal.
“[Kalau kemarin sempat] ada penguatan karena China membuat mengaturan LTV [loan to value] dikendorkan dan orang berpikir ekonmi Tiongkok akan membaik dan negara yang berdagang dengan Tiongkok akan lebih baik termasuk indonesia,” ujarnya di sela-sela peresmian Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Barat di Mamuju, Kamis (1/10/2015).
Menurutnya, dengan ketidakpastian kondisi ekonomi global saat ini berdampak terhadap nilai tukar rupiah. Sewaktu-waktu, lanjutnya, rupiah bisa naik turun.
“Ada periode risk on yang artinya cerah, dan beberapa hari ini risk off terus artinya mendung, karena omongan mau ada kenaikan bunga dan Tiogkok jatuh,” tuturnya.
Agus Marto mengutarakan kebijakan moneter lanjutan bank sentral sendiri merupakan upaya untuk mengendalikan nilai tukar agar tidak terlalu berfluktuasi. Selain itu, sambungnya, memberikan alternatif investor dalam menempatkan dana di portofolio dalam negeri.
BI kembali merilis paket kebijakan moneter untuk mengendalikan volatilitas nilai tukar rupiah. Kebijakan yang diambil di antaranya, intervensi di pasar forward.
Di samping melakukan intervensi di pasar spot, BI juga akan melakukan intervensi di pasar forward guna menyeimbangkan penawaran dan permintaan di pasar forward.
Memperkuat pengelolaan likuiditas rupiah dengan menerbitkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) 3 bulan dan Reverse Repo SBN dengan tenor 2 minggu.