Bisnis.com, TANGERANG - Penyedia jasa penukaran valuta asing (money changer) harus meningkatkan kesadarannya guna mencegah tindak pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Ketua Kelompok Analisis Transaksi Nonbank PPATK Danang Trihartono mengatakan setiap penyelenggara kegiatan usaha penukaran valuta asing (KUPVA) Bukan Bank harus memiliki rasa tanggung jawab dan memperketat pengawasan terhadap setiap transaksi mencurigakan.
"Mereka punya kewajiban untuk melaporkan [transaksi] yang dicurigai pencucian uang dan pendanaan terorisme, makanya perhatikan setiap profil transaksi," ucapnya di Tangerang, Kamis (27/5/2015).
Setiap SDM yang terlibat dalam usaha money changer harus diberikan pemahaman tentang antipencucian uang (APU) dan pencegahan pendanaan terorisme (PPT). Ini bertujuan agar setiap transaksi yang dinilai menyimpang harus langsung segera ditindaklanjuti.
Transaksi mencurigaka setidaknya dapat dilihat dari kesesuaian antara pelaku transaksi, nilainya, dan profil usaha mereka. Oleh karena itu, PPATK menyarankan agar KUPVA Bukan Bank mencatat setiap transaksi yangg ada.
"Selain APU dan PPT, praktik korupsi juga melirik ke mata uang asing pasti. Karena kalau dalam rupiah seberapa banyak jumlah uangnya coba," tutur Danang.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten Budiharto Setyawan mengatakan peningkatan pemahaman dan kepatuhan KUPVA berizin agar praktik bisnisnya sesuai aturan diatur pula dalam UU No. 8 / 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Pembinaan untuk lindungi KUPVA dari APU PPT, tidak hanya tanggung jawab BI tetapi juga semua pemangku kepentingan lain, seperti kepolisian dan PPATK," ucapnya.