Bisnis.com, SINGAPURA – Harga bijih besi diperkirakan merosot hingga US$30 per metrik ton pada tahun ini karena produksi dengan biaya murah terus gencar dilakukan. Akibatnya, pasokan menggunung, sedangkan permintaan dari China belum pulih terkait perlambatan ekonomi.
Andy Xie, Ekonom Independen yang pernah menjabat Kepala Ekonom Morgan Stanley Asia Pasifik, mengatakan pasar membutuhkan harga yang lebih rendah lagi untuk bisa membuat pergerakan harga bijih besi kembali memasuki penguatan.
“Dulu saat saya katakan harga bijih besi itu akan runtuh cukup dalam beberapa tahun mendatang tidak ada yang percaya karena saat itu harga komoditas itu memang sedang perkasanya di level US$190 per metrik ton,” ujarnya seperti dilansir Bloomberg pada Jumat (6/2/2015).
Kejatuhan harga bijih besi diawali oleh aksi Rio Tinto Group, BHP Billiton Ltd. dan Vale SA yang memproduksi komoditas itu dengan biaya operasional yang lebih murah.
Akhirnya, pasar membutuhkan harga bijih besi lebih murah lagi agar perusahaan bijih besi di China yang memproduksi dengan biaya operasional lebih mahal terhambat produksinya. Jadi, pasokan dan permintaan bijih besi diprediksi bisa kembali seimbang.
Xie melanjutkan sebenarnya kondisi permintaan baja di China sedang terus menurun dan diperkirakan untuk jangka yang lama.
“Jadi, situasi pasokan yang melimpah dan permintaan yang melambat ini akan berlangsung cukup lama,” ujarnya.