Bisnis.com, KUALA LUMPUR – Menyusul hilang kontaknya pesawat AirAsia QZ8501 rute Surabaya – Singapura, saham maskapai asal Malaysia tersebut jatuh 13% per Senin (29/12/2014), kejatuhan terbesar dalam tiga tahun terakhir atau tepatnya sejak September 2011.
Analis Hong Leong Investment Bank, Daniel Wong mengungkapkan bahwa jatuhnya saham AirAsia tersebut disebabkan oleh prediksi bahwa konsumen akan mempertimbangkan untuk menggunakan pesawat tersebut untuk bepergian, yang berdampak pada imbal hasil dan profit tahun depan.
“Sebelumnya kami memperkirakan AirAsia setidaknya mampu mempertahankan profit tingginya, namun sepertinya kecelakaan pesawat tersebut akan menurunkan sekitar 5% pendapatan,” ungkap Daniel di Kuala Lumpur, Senin (29/12/2014).
Data bursa saham menunjukkan saham maskapai milik Tonny Fernandez tersebut telah meningkat 34% sepanjang tahun ini sebelum terjadinya kecelakaan tersebut. Bloomberg bahkan menjadikan saham AirAsia sebagai saham rekomendasi, dengan indeks 4,61 dari 5.
Tidak hanya AirAsia, saham maskapai dalam grup tersebut, Thai AirAsia juga merosot 3,6%. Secara keseluruhan, saham grup tersebut merosot 8% per Senin pukul 08.13. Bloomberg memprediksi pendapatan maskapai tahun ini diprediksi naik 38%.
Analis AmResearch Hafriz Hezry memprediksi saham AirAsia akan pulih dalam beberapa hari mendatang setelah reaksi pasar atas hilangnya pesawat trsebut memudar. “Hilangnya AirAsia jelas akan mempengaruhi pendapatan mereka tahun depan, namun dampak tersebut tidak akan signifikan,” kata Hafriz.
Di Indonesia, saham AirAsia yang telah beroperasi sejam 10 tahun lalu ini dikuasai oleh investor dalam negeri sebanyak 51%. Adapun, sejak beroperasi di Indonesia, Thailand, Filipina, dan India 2002 lalu, musibah ini merupakan kecelakaan pertama yang dialami maskapai itu.