Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak mentah dunia akan terus mengalami kecenderungan pelemahan hingga enam bulan ke depan lantaran pasokan minyak yang terlalu banyak.
"Enam bulan ke depan masih ada tren pelemahan. Menurut saya, masih akan fluktuatif dan belum tercapai keseimbangan baru," kata Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto di sela-sela Pertamina Energy Outlook 2015 di Jakarta, Rabu (3/12/2014).
Menurut Pri, gejala pelemahan harga minyak dunia disebabkan oleh pasokan minyak yang terlalu banyak akibat ketidaksukaan Arab Saudi atas pengembangan 'shale oil' Amerika Serikat.
Sebagai negara penghasil minyak, Arab Saudi merasa tersaingi oleh produk "shale oil" dan "shale gas" Amerika Serikat sehingga ia menggunakan strategi kuasai harga pasar.
"Tinggal bagaimana negara besar itu berinteraksi satu sama lain. Amerika Serikat tidak mungkin pengembangan 'shale' itu mati. Yang pasti akan ada kompromi karena keduanya kan punya hubungan," ujarnya tulis Antara.
Lebih lanjut, menurut dosen Universitas Trisakti itu, tren pelemahan harga minyak dunia itu, dipastikan akan memberi tekanan lebih kepada Indonesia. "Kalau harga minyak tinggi, ada banyak opsi yang terbuka. Tapi kalau harga rendah, ditambah ketidakpastian yang tinggi di Indonesia, memang berat," katanya.
Pri menuturkan harga minyak dunia yang dinilai paling nyaman dan sesuai adalah di kisaran 80 dolar AS per barel. Harga tersebut dinilai berada di level seimbang dan nyaman bagi pelaku bisnis serta konsumen. "Seharusnya kalau Arab tidak menerapkan 'predator pricing', bisa balik ke harga normal," ujarnya.
BACA JUGA