Bisnis.com, JAKARTA--Negara produsen komoditas karet dinilai perlu berkoordinasi untuk mengendalikan harga komoditas itu yang berkali-kali reli negatif tahun ini.
Masayo Kondo, Presiden Perusahaan Riset Commodity Intelligence Ltd di Tokyo, menilai negara pemasok seperti Thailand perlu mempertimbangkan untuk membeli kontrak berjangka, selain mengendalikan suplai fisik yang berlebih.
“Thailand perlu mengambil langkah-langkah tambahan untuk membendung penurunan harga, seperti membeli kontrak berjangka karena lebih murah dari membeli secara fisik. Fundamental saja tidak bisa menjelaskan penurunan tajam dan cepat ini,” ujarnya seperti dikutip Bloomberg, Kamis (2/10/2014).
Thailand dan Indonesia baru saja mengambali langkah untuk menahan suplai karet lepas ke pasar global. Pemerintah Thailand menunda penjualan terkontrak 200.000 metrik ton karet, dan Indonesia meminta produsen tidak buru-buru menjual.
Namun, menurut Kondo, hal itu tidak cukup untuk menstabilkan harga karet, sebab Vietnam dan negera eksportir lainnya bisa jadi mengambil kesempatan dan memacu pejualan mereka sendiri.
“Koordinasi oleh semua eksportir utama diperlukan karena investor semakin khawatir bahwa perlambatan ekonomi global akan melemahkan permintaan,”jelas Kondo.
Harga karet di bursa Tokyo Commodity Exchange (Tocom) Rubber Future Contract sepanjang tahun ini telah terkoreksi 14,38%, di mana level penutupan terendah terjadi pada Rabu (1/10/2014) yakni 173,5 yen/kg.
Dilansir dari Bloomberg, pelambatan ekonomi di China dan Eropa yang merupakan konsumen utama komoditas itu telah menekan bursa berjangka di Tokyo sebesar 36% pada tahun ini akibat berkurangnya permintaan.
Italia belum lama ini menurunkan perkiraan pertumbuhannya, industri manufaktur Jerman terpuruk, dan pabrik yang berbasis di zona Euro mengurangi harga jual pada September 2014 hingga titik terendah sepanjang 2014. Sementara itu,Industri manufaktur China juga belum mengalami perbaikan berarti.