Bisnis.com, JAKARTA--Pelaku usaha didorong untuk memanfaatkan fasilitas hedging/ lindung nilai untuk menghindari risiko perlemahan nilai tukar rupiah.
Pasalnya, sering terjadi mismatch antara pinjaman dari bank Asing yang dalam bentuk dolar sementara bisnis di dalam negeri dijalankan dengan rupiah.
Bimo Notowodigdo, Kepala Trasury PT Bank Nasional Indonesia Tbk. mengatakan hedging bertujuan melindungi nasabah dari ancaman fluktuasi rupiah sekaligus menolong bank dari sisi kredit bermasalah.
“Sayangnya belum banyak yang menyadari pentingnya hedging, sehingga sedikit sekali yang memanfaatkannya,” jelasnya, Kamis (3/7/2014)
Bimo mengatakan bagi BUMN sudah terdapat regulasi yakni berupa peraturan menteri BUMN yang diperkuat oleh kebijakan Kebijakan Umum Transaksi Lindung Nilai dari Bank Indonesia. Namun, kecemasan muncul manakala para penegak hukum belum memahamami hedging.
“Semuanya transparan, sehingga ada hitungannya. Instrumen yang dipilih juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan,” paparnya.
Dia melanjutkan, salah satu peluang hedging di pasar Tanah Air ialah hedging ialah arus kas karena banyak perusahaan mengambil dana dari luar dan menjalankan perusahaan dalam rupiah atau sebaliknya.
Bimo menjelaskan terdapat beberapa intrumen yang dapat digunakan untuk lindung nilai seperti FX Foward (lindung nilai terhadap fluktuasi nilai tukar), FX Swap(lindung nilai terhadap fluktuasi suku bunga), cross currency swap, (lindung nilai terhadap fluktuasi nilai tukar dan atau suku bunga), dan interest rate swap (lindung nilai terhadap fluktuasi suku bunga).
"Yang kami lakukan dengan Garuda masuk dalam kategori cross currency swap [CCS]," katanya.
Bimo menuturkan, setelah hegding bersama Garuda, pihaknya juga menyasar maskapai penerbangan lain untuk lakukan hedging. Industri penerbangan, menurutnya, sangat rentan terhadap fluktuasi harga avtur.
Lebih jauh, Bimo menjelaskan peluang lain yang juga terbuka ialah hedging sektor komoditi. Sayangnya, pengawasan transaksi sektor komoditi tidak berada dibawah OJK atau BI. Padahal, hampir 60% ekspor Indonesia merupakan komoditas.
“Di luar negeri semuanya dibawah pengawas sektor keuangan. Di Indonesia tidak sehingga sedikit sulit untuk hedging komoditi.”