Bisnis.com, JAKARTA — Pergerakan nilai tukar rupiah semakin berat untuk menguat terhadap dolar AS, bahkan terpuruk menyentuh level Rp12.000 per dolar di pasar spot.
Berdasarkan pantauan Bisnis, rupiah pada sesi I menembus level Rp12.027 per dolar AS, meskipun kembali ke kisaran Rp11.900.
Pada awal perdagangan, rupiah dibuka melemah 0,29% ke Rp11.928 per dolar AS dibandingkan dengan penutupan sebelumnya Rp11.893 per dolar AS. Sepanjang hari ini, rupiah bergerak pada kisaran Rp11.920 per dolar AS hingga Rp12.027 per dolar AS.
Level tersebut merupakan level tertinggi sejak awal Februari 2014. Adapun rupiah juga tercatat sudah anjlok 1,72% selama 4 hari berturut-turut.
Analis dan Corporate Trainer PT Millennium Penata Futures, Suluh Adil Wicaksono menilai ada sejumlah hal yang membuat rupiah tertekan, baik sentimen dari dalam negeri maupun luar.
“Suhu politik menjelang pilpres 2014 yang semakin memanas merupakan salah satu hal yang membuat rupiah tertekan. Terlebih dengan adanya black campaign, membuat orang bingung ingin memilih siapa, dan rupiah semakin tidak diminati,” paparnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (18/6/2014).
Selanjutnya, dia menilai belum ada kebijakan strategis yang diambil oleh Bank Indonesia (BI) dalam masa transisi pemerintahan ini. Seperti diketahui, BI masih tetap mempertahankan suku bunga acuan (BI rate) pada level 7,5%.
“Dalam masa transisi pemerintahan, rupiah memang rawan tertekan. Tetapi tidak ada kebijakan strategis yang diambil oleh BI dalam situasi saat ini. Meskipun BI pasti akan tetap menjaga nilai tukar jika tertekan lebih dalam lagi,” tambahnya.
Hal lainnya yang ikut menekan nilai tukar rupiah adalah sentimen dari global, penantian pelaku pasar terhadap hasil rapat The Federal Reserve yang akan diumumkan nanti malam.
“Dolar AS memang lagi hangat-hangatnya. Ada spekulasi The Fed akan naikkan suku bunga lebih cepat dari perkiraan, sehingga orang-orang semakin memburu dolar AS. Dan pelemahan tidak hanya terhadap rupiah tetapi juga terhadap sejumlah mata uang Asia lainnya,” jelasnya.