Bisnis.com, JAKARTA—Rupiah melemah ke level paling rendah dalam 3 minggu terakhir karena hasil perhitungan cepat perolehan suara dalam pemilihan umum tidak seperti yang diharapkan.
Hal tersebut membuat pasar kesulitan untuk memprediksi bagaimana arah kebijakan ekonomi Indonesia ke depannya.
Kemarin, rupiah melemah 0,61% ke level 11.357,5 per dolar AS di Bloomberg Dollar Index dan Bank Indonesia menetapkan kurs tengah di angka 11.342.
Ekonom Universitas Indonesia Athor Subroto menjelaskan pelemahan rupiah kali ini disebabkan pasar melihat tidak adanya pengerucutan suara masyarakat. Hal tersebut, katanya, menjadi salah satu indikasi pasar tidak puas terhadap kinerja partai peserta pemilu.
“Pasar harus tahan napas lagi, menunggu sampai ada kejelasan lagi siapakah tokoh yang akan maju sebagai calon presiden dari hasil koalisi,” katanya, seperti dilaporkan Harian Bisnis Indonesia, Jumat (11/4/2014).
Namun, pasar juga akan tidak serta merta lega jika tiga besar partai tidak mau mengalah dan melakukan koalisi, hal tersebut akan membuat pasar semakin bingung juga mengancam outlook politik Indonesia menjadi tidak stabil.
Untuk itu, Athor memprediksi dalam jangka pendek rupiah akan menguat terbatas yang didorong dengan pelaksanaan pemilu yang lancar dan aman.
Hal itu menjadi sentimen positif yang menunjukkan kondisi ekonomi Indonesia ditopang oleh kondisi politik yang stabil. “Rupiah tidak akan bergerak jauh dari level sekarang,” imbuhnya.
Hal senada disampaikan Analis Monex Investindo Futures Albertus Christian. Dia menilai pendorong pelemahan paling kuat hari ini memang disebabkan oleh hasil quick count pemilihan umum legislatif yang tidak sesuai dengan ekspektasi pasar.
BERBALIK ARAH
Hal tersebut membuat pasar yang awalnya optimistis menjadi berbalik arah dan melemahkan kondisi rupiah. “Hari ini sentimennya memang lebih karena hasil pemilu yang tidak sesuai harapan, karena kita lihat kondisi dolar sebenarnya sedang melemah,” ujarnya.
Albertus menjelaskan pelemahan dolar yang disebabkan Bank Sentral AS mengindikasikan adanya penundaan pengetatan moneter ternyata tidak sanggup menjadi penopang rupiah.
Selengkapnya baca di Harian Bisnis Indonesia edisi Jumat (11/4/2014) atau di http://epaper.bisnis.com/epaper/detail/view/79/edisi-harian.