Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah analis memproyeksi kinerja pasar obligasi nasional akan membaik pada 2014 dengan penurunan tipis imbal hasil sekitar 40 sampai 50 basis poin disertai peningkatan nilai penerbitan obligasi korporasi menjadi Rp60 triliun.
Pengurangan stimulus moneter Amerika Serikat atau lebih dikenal dengan istilah tapering dianggap tidak berdampak signifikan terhadap pasar obligasi Indonesia, justru memberi kepastian bagi pasar.
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto memperkirakan imbal hasil (yield) obligasi acuan 10 tahun akan menurun 40 hingga 50 Bps disertai penguatan harga di pasar sekunder.
Alasannya, inflasi tahun depan diprediksi bergerak normal di level 5%, jauh berbeda dengan tahun ini yang melebihi 8%. Neraca transaksi berjalan juga diperkirakan membaik sehingga mendorong penguatan nilai tukar rupiah.
Nantinya, investor asing akan tetap mengalirkan dananya ke negara berkembang, terutama Indonesia yang memiliki daya tarik imbal hasil tinggi dibanding negara Asia lain.
“Yield Indonesia sudah menggoda, kalau nilai tukar menguat, itu membuat ekspektasinya baik dan bisa menarik minat asing masuk ke pasar SUN, meskitapering terjadi,” ujarnya, Kamis(19/12/2013).
Dia memperkirakan penerbitan obligasi korporasi akan mencapai Rp60 triliun atau naik tipis dari performa tahun ini Rp58 triliun. Alasannya kebutuhan pendanaan untuk ekspansi dan refinancing korporasi masih besar, jatuh tempo tahun depan juga mencapai Rp35 triliun, dan obligasi skema berkelanjutan pun antri.
Ekonom Senior Aldi Taloputra menambahkan Federal Reserve memberi sinyal suku bunga rendah di AS masih akan berlanjut dalam waktu dekat karena jumlah pengangguran belum berkurang dan inflasi masih rendah.
Suku bunga rendah di Negeri Paman Sam kemungkinan akan menjaga levelyield US treasury. Jikapun tapering mendorong peningkatan yield US treasury, levelnya tak akan lebih dari 3,5% dari level sekarang 2,8%.
Kenaikan yield obligasi AS tidak akan berdampak signifikan menaikkan yieldSUN, karena secara valuasi rentang imbal hasil (yield spread) keduanya sangat lebar yakni mencapai 6%, padahal normalnya hanya 4,5%.