Bisnis.com, JAKARTA — Wacana penggabungan usaha antara PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN) dan PT Pertamina Gas (Pertagas) dianggap sebagai bumbu pelengkap pelemahan harga saham emiten berkode PGAS.
Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada mengatakan sejak munculnya isu tersebut pada pertengahan November 2013, harga saham PGAS cenderung melemah. Berdasarkan pantauan Bisnis, dalam sebulan terakhir, saham PGAS terpantau turun 6,63%.
Dia mengatakan penyebab utama pelemahan saham BUMN gas itu memang karena terbawa sentimen negatif dari pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang juga tertekan.
“Tetapi, adanya wacana merger dan akuisisi dari Pertagas juga ikut menjadi bumbu pelengkap pelemahan saham PGAS,” ujarnya dalam Diskusi Pakar di Kantor Bisnis Indonesia, Kamis (19/12/2013).
Menurut dia, pelaku pasar mengkhawatirkan bagaimana kelanjutan kinerja PGN jika akuisisi itu terjadi. Seberapa besar nilai tambah yang didapatkan dibandingkan dengan beban yang akan muncul setelah aksi korporasi dengan anak usaha PT Pertamina itu.
“Apakah nanti justru akan ada beban tambahan yang harus diemban oleh PGN. Itu yang dikhawatirkan pelaku pasar sehingga memberi sentimen negatif terhadap pergerakan sahamnya,” ungkapnya.
Sementara itu, Reza menilai lebih baik perusahaan tersebut membentuk perusahaan patungan (joint venture) atau kerjasama dalam pengelolaan gas di Indonesia.
“Sebaiknya Pertamina & PGN fokus pada usaha masing-masing. Pertamina fokus meningkatkan kegiatan eksplorasi gas, PGN dapat menyediakan sarana infrastrukturnya. Atau jika ingin bekerjasama mungkin lebih baik membentuk joint venture,” tuturnya.
Untuk kedepannya, lanjut dia, tren penurunan harga saham PGAS masih akan terjadi, tetapi potensi pertumbuhan juga ada.
“Dengan menggunakan perhitungan sederhana menggunakan discounted cash flow, kami mencoba mengkalkulasikan kinerja proyeksi PGAS hingga 2015 dan menggunakan WACC sebesar 9,28% maka harga wajar PGAS ialah sebesar Rp5.485,” tambahnya.